Jakarta: Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan kritiknya terhadap vonis ringan yang dijatuhkan kepada Harvey Moeis dalam kasus korupsi timah. Vonis 6,5 tahun penjara yang diberikan majelis hakim dinilai menyakiti rasa keadilan masyarakat.
Presiden menyatakan bahwa hukuman yang terlalu ringan untuk kasus dengan kerugian negara hingga ratusan triliun rupiah dapat menciptakan persepsi negatif di masyarakat. Ia juga meminta Kejaksaan untuk mengajukan banding atas putusan tersebut.
“Terutama hakim-hakim, vonisnya jangan terlalu ringan. Nanti dibilang Prabowo tidak paham hukum lagi. Rakyat pun mengerti, merampok triliunan rupiah tapi dihukum sekian tahun, jangan-jangan di penjara pake AC, punya Kulkas, pake TV," ujar Presiden Prabowo dikutip dari Headline News Metro TV pada Rabu, 1 Januari 2025.
Menanggapi arahan Presiden, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung,
Harli Siregar, memastikan bahwa Kejaksaan sudah mengajukan banding atas vonis tersebut. Saat ini, Jaksa Penuntut Umum sedang menyusun memori banding dengan dalil-dalil yang memperkuat upaya hukum tersebut.
“Vonis terdakwa HM memang jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa. Oleh karena itu, kami sudah mendaftarkan banding dan Jaksa Penuntut Umum kini fokus menyusun butir-butir dalil dalam memori banding,” jelas Harli Siregar.
Pakar hukum pidana, Asep Iwan Iriawan, mengapresiasi Presiden Prabowo yang mau mendengar suara rakyat terkait vonis ini. Ia menyarankan agar kritik presiden diterjemahkan menjadi langkah konkret, termasuk mempertimbangkan perubahan aturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
“Kan pengin 50 tahun, di beberapa negara juga dianut hukuman lebih dari 20 tahun. Kalau kita maksimal 20 tahun tinggal kita rubah undang-undang KUHP,” ungkap Asep.
Pada 23 Desember lalu, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonis Harvey Moeis, suami selebritas Sandra Dewi, dengan hukuman 6,5 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar. Vonis ini lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa yang menginginkan hukuman 12 tahun penjara.
Kasus ini melibatkan kerugian negara hingga Rp 300 triliun akibat korupsi tata niaga komoditas timah. Kritik Presiden Prabowo dan langkah banding Kejaksaan menjadi perhatian publik untuk menegakkan keadilan dalam kasus besar seperti ini.
(Tamara Sanny)