NEWSTICKER

Politik 'Angin-anginan' Keluarga Jokowi

N/A • 3 September 2023 20:51

Cukup lama tidak terdengar, sinyal dukungan Presiden Joko Widodo kepada Ganjar Pranowo kembali tersiar. Tepatnya saat Joko Widodo membuka Muktamar ke-23 Ikatan Pelajar Muhammadiyah di Medan, Sumatera Utara, beberapa waktu lalu.

Di hari yang sama putra sulung Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka memasang stiker dukungan untuk Ganjar Pranowo. Ada ratusan stiker yang dipasang Gibran di Kelurahan Joyosuran, Surakarta. 

Selain memasang stiker, Gibran juga menyarankan warga untuk mendukung Ganjar dalam pilpres 2024. Gibran rupanya menjadi pembuka gerakan dukung Ganjar di kalangan caleg PDIP Surakarta.

Kemudian saat blusukan di pasar tradisional di Pekalongan, Jawa Tengah, Joko Widodo tampak menunjuk Ganjar Pranowo. Walau pun di saat dan lokasi yang sama juga terlihat Prabowo Subianto.

Histeria warga dan pedagang pasar seakan menunjukkan masyarakat sudah paham gestur politik Joko Widodo.

Pada saat yang sama Gibran seakan menjaga jarak dengan Prabowo. Saat ditanya mengenai baliho yang muncul di Labuan Bajo, Gibran mengaku tidak memberi arahan atau memberi izin.

Beberapa kali Joko Widodo seakan menampilkan kedekatan dengan Prabowo. Publik pun menduga Jokowi tengah melempar sinyal dukungan. Gibran juga beberapa kali tampil di publik bersama Prabowo. Bahkan Gibran pernah dipanggil PDIP untuk mengklarifikasi dugaan mendukung Prabowo.

Entah angin apa yang mengubah haluan politik Joko Widodo dan keluarganya. Beberapa bulan belakangan publik beranggapan keduanya mendukung bacapres Partai Gerindra, Prabowo Subianto. Walau keduanya tidak pernah secara eksplisit mendeklarasikan sikap politik dalam pilpres 2024.

Pekan lalu, Joko Widodo menyatakan sikap politiknya dalam pilpres dapat ditanyakan ke 'partai angin'.

PDIP selama ini menampilkan sikap tutup mata terhadap gestur politik Presiden Joko Widodo yang cenderung mendukung Prabowo. Melalui sejumlah elite dan tokoh seniornya, PDIP selalu menegaskan haluan politik Joko Widodo tegak lurus mengikuti arahan ketua umumnya.

Soal deklarasi dukungan pencapresan Prabowo oleh PAN dan Partai Golkar misalnya, yang diduga kuat adalah hasil cawe-cawe Presiden Joko Widodo. Ketua DPP PDI Perjuangan, Puan Maharani meyakini presiden fokus bekerja dan tidak ikut campur masalah politik.

Namun PDIP tampaknya tidak dapat menutup mata terhadap hasil survei yang menunjukkan melemahnya elektabilitas Ganjar Panowo, dibandingkan Prabowo Subianto.

Dalam simulasi tertutup dua nama oleh Indikator Politik, elektabilitas Prabowo mendapat skor 47% sedangkan Pranowo mendapat skor 40%. Survei serupa oleh SMRC menghasilkan keunggulan elektabilitas Prabowo sebesar 44%, unggul dari Pranowo dengan skor 41%. 

"Kami menemukan bahwa ada perubahan pola dari mereka yang puas terhadap kinerja Pak Jokowi dan hubungannya dengan elektabilitas," ungkap peneliti SMRC, Saidiman Ahmad.

Gestur Joko Widodo yang berulang kali menampilkan kedekatan dengan Prabowo dan seakan menjauh dari Pranowo, diikuti oleh sel-sel politik di lingkaran Joko Widodo.

Survei juga menunjukkan ada peningkatan jumlah pemilih Joko Widodo yang melimpahkan dukungan ke Prabowo. Walau mayoritas pemilih Joko Widodo masih mendukung Ganjar Pranowo.

Memenangi dua pilpres, jumlah pemilih Joko Widodo lumayan besar. Dalam pilpres 2014, Joko Widodo mengantongi 71 juta suara. Sedangkan dalam pilpres 2019, Joko Widodo meraup 85 juta suara. Jokowi juga punya barisan relawan yang tegak lurus dan tengah menunggu digerakkan. 

Demi meraup berkah pemilih Jokowi, sejumlah bacapres berupaya mengasosiasikan diri. Prabowo misalnya rajin menunjukkan kebersamaan hingga kerap menggunakan narasi Tim Jokowi. Belakangan Prabowo bahkan menampilkan kedekatan dengan anak presiden.

Ganjar juga berupaya menunjukkan kedekatan dengan Joko Widodo. Kostum kampanye garis-garis hitam putih misalnya adalah sumbang saran dari Joko Widodo.

Secara matematik politik, tampaknya mengambil posisi berseberangan dengan Joko Widodo kurang bijaksana. Jadi kalau pun sikap politik Jokowi tidak sesuai harapan Megawati, PDIP tidak mungkin menjauhkan diri. Apalagi mengambil sikap oposisi.

Renggang atau rapat soliditas dukungan pemerintah di parlemen dapat terdampak dinamika politik yang makin menghangat. Buntutnya kebijakan presiden bisa jadi tidak dikawal sepenuhnya.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Metrotvnews.com

(Anggie Meidyana)