Jakarta: Konflik perbatasan antara Thailand dengan Kamboja kembali memanas. Menurut Kementerian Pertahanan Kamboja, sejak Kamis, 24 Juli 2025, estimasi korban jiwa telah mencapai 13 orang. Sekitar 35 ribu orang terpaksa mengungsi akibat serangan Thailand ke perbatasan.
1. Pemicu Konflik Terkini Thailand-Kamboja
Konflik antara Thailand dan Kamboja khususnya di wilayah perbatasan disebabkan oleh perebutan Kuil Preah Vihear yang letaknya berada di perbatasan kedua negara tersebut. Kamboja meledakkan sebuah pom bensin di kawasan Si Sa Ket, Thailand, pada 24 Juli 2025. Aksi tersebut membuat Thailand tidak tinggal diam, pihaknya mengirimkan jet-jet tempur untuk membalas serangan dari Kamboja.
Konflik semakin memanas dengan diusirnya duta besar dan para utusan masing-masing negara di wilayah lawan. Hal ini yang kemudian pemicu konflik kembali terjadi di tahun ini.
2. Sejarah Konflik Perbatasan Thailand-Kamboja
Kuil Kuil Preah Vihear telah berdiri sejak abad ke-11 tepatnya pada masa keemasan kekaisaran Khmer. Namun, tak lama wilayah tersebut kemudian diduduki oleh kerajaan Siam sebelum akhirnya menjadi Thailand modern. Konflik semakin tampak ketika Thailand merebut kuil tersebut di masa perang dengan Jepang pada tahun 1941 silam.
Jika menilik lebih jauh, tepatnya pada saat peta pertama kali digambarkan pada masa penjajahan Perancis pada 1907, hal ini menjadi dasar Kamboja mengklaim bahwa kuil tersebut merupakan milik negaranya.
Selanjutnya, Kamboja mendaftarkan kuil tersebut sebagai warisan sejarah ke United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada 2008. Hal ini kemudian menuai protes keras dan gugatan dari pihak Thailand.
Perebutan akan bangunan sejarah tersebut menjadi sangat penting bagi kedua belah negara. Sebab, bagi mereka, warisan sejarah terutama warisan budaya Hindu merupakan suatu hal yang penting keberadaannya.
3. Konflik Perbatasan Memakan Banyak Jiwa
Jika dilihat dari peta, salah satu wilayah Kamboja yakni Provinsi Oddar Meanchey berbatasan langsung dengan empat wilayah Thailand mulai dari Provinsi Buri Ram, Provinsi Surin, Provinsi Si Sa Ket, Provinsi Ubon Ratchathani. Namun, yang paling dekat adalah wilayah Surin. Dan wilayah itulah yang menjadi titik baku tembak kedua negara pada 24 Juli 2025, kemarin.
Aksi baku hantam antar kedua negara menyebabkan korban jiwa mencapai 13-15 orang. Sedangkan warga yang berdomisili di sekitar perbatasan Surin dan Oddar Meanchey harus terpaksa mengungsi dengan total jumlah mencapai 100.000 orang menurut laporan The Wall Street Journal.
4. Kronologi Konflik Secara Berkala
Konflik antar kedua negara ini terjadi terus-menerus selama bertahun tahun. Pada tahun 2008-2011 terjadi bentrok antar warga dan puncaknya di Kuil Kuno. Dilanjut pada bulan Mei 2025, seorang tentara Kamboja ditemukan tewas akibat bentrok perbatasan. Di tanggal 23 Juli 2025, tentara Thailand juga menjadi korban ledakan ranjau darat yang dipasang oleh Kamboja yang menyebabkan tentara tersebut harus kehilangan kaki sebelah kanannya.
Dan pemicu konflik yang paling menarik yaitu pada 18 Juni 2025, terdapat rekaman panggilan yang diunggah oleh mantan komandan militer Kamboja Hun Sen, yang memicu kemarahan Thailand. Isi rekaman tersebut terdengar Hun Sen sedang berbicara dengan Perdana Menteri Thailand Shinawatra dengan durasi 17 menit.
Dalam panggilan itu Hun Sen memposisikan dirinya sebagai paman sedangkan Shinawatra sebagai ponakan. Rekaman tersebut disebarluaskan kepada 80 orang pejabat kamboja dan diunggah di Facebook sehingga dapat diakses oleh seluruh masyarakat. Pihak Thailand murka karena merasa percakapan tersebut mendegradasi wibawa dan tanggung jawab seorang perdana menteri.
5. Dampak Konflik Thailand-Kamboja
Besar dampak yang berpotensi terjadi dalam bidang ekonomi, yang pertama, konflik ini mengganggu rantai pasokan otomotif dan elektronik arena Thailand dan Kamboja sama-sama punya peran penting dalam rantai pasokan untuk dua bidang ini. Kedua, akan muncul tekanan untuk pabrik-pabrik di Indonesia karena dampak yang pertama tadi.
Ketiga, Para investor akan takut untuk masuk ke ranah Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) karena kedua negara termasuk dalam wilayah ASEAN. Namun, di sisi lain konflik ini akan membuka peluang bagi pariwisata Indonesia, jika Indonesia dapat memanfaatkan peluang tersebut untuk mengembangkan pariwisata yang lebih modern untuk orang-orang asing yang akan datang.
(Alfiah Ziha Rahmatul Laili)