Bedah Editorial MI: Kementerian Baru Jangan Korupsi Baru

28 August 2025 07:46

Sejarah ditorehkan oleh bangsa ini saat DPR menyetujui pembentukan Kementerian Haji dan Umrah, Selasa (26/8/2025) lalu. Pembentukan kementerian itu menjadi penanda ujung mata rantai transformasi pengurusan haji dari Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama ke Badan Penyelenggara (BP) Haji Oktober 2024, dan berujung di Kementerian Haji dan Umrah, awal pekan ini.  

Selama masa transformasi itu pula, harus diakui, bahwa BP Haji tidak punya cukup kewenangan dan pengalaman untuk menangani berbagai masalah penyelenggaraan haji. Bahkan, kualitas penyelenggaraan haji Indonesia di masa transisi itu dinilai mengkhawatirkan. Putera Mahkota Pangeran Muhammad bin Salman Al Saud (MBS) pun sampai membahas soal haji itu dalam pertemuan dengan Presiden Prabowo Subianto begitu musim haji 2025 usai.

Dari tahun ke tahun, jumlah jemaah haji Indonesia yang meninggal di Tanah Suci tak kunjung bisa diatasi secara memuaskan. Ada penurunan, tapi tidak signifikan. Pada 2025, total jemaah haji Indonesia yang meninggal mencapai 447 orang. 

Angka itu hanya berkurang 14 jemaah ketimbang tahun sebelumnya yang mencapai 461 orang. Bahkan, ada sindiran dari pejabat pemerintah Arab Saudi bahwa Indonesia sengaja mengirim jemaah untuk meninggal di Tanah Suci.

Maka, untuk penyelenggaraan haji tahun depan, Arab Saudi menyatakan akan ikut mengawasi sejumlah hal terkait jemaah haji Indonesia. Bukan sekadar soal batas jumlah syarikah, otiritas Saudi lewat gugus tugas gabungan dua negara juga akan mengawasi skrining kesehatan jemaah hingga jumlah kasur yang digunakan jemaah Indonesia. Pengawasan hingga urusan remeh-temeh itu jelas tamparan bagi kita. 
 

Baca juga: Gus Irfan dan Harapan Baru Kementerian Haji Indonesia

Puncak gunung es penyelenggaraan haji Indonesia itulah yang diharapkan bisa diatasi dengan lahirnya kementerian khusus haji. Sebab, dengan menaikkan level pengurusan ibadah haji ke tingkat menteri, akan cukup sumber daya dan kewenangan untuk meringkas segala masalah birokrasi dan koordinasi yang selama ini terlalu panjang.

Sampai di situ kita sepakat Kementerian Haji dan Umrah memang perlu. Di sisi lain, berbagai sisi negatif penyelenggaraan haji Indonesia menjadi tantangan tak kalah krusial bagi hadirnya kementerian khusus haji. Sisi negatif itu, yang paling dominn ialah permainan patgulipat di seputar pengurusan haji. 

Bahkan, soal pengurusan penyelenggaraan ibadah haji ini sampai menyeret tiga menteri agama di tiga era berbeda dalam pusaran korupsi. Said Agil dan mendiang Suryadharma Ali sama-sama terpidana kasus korupsi penyelenggaraan ibadah haji. 

Modusnya pun serupa, yakni dana haji diselewengkan untuk membayari haji anggota dewan dan pejabat lainnya, sampai untuk membayar tunjangan menteri. Kini, Yaqut Cholil Qoumas, mantan menteri agama sebelum sekarang, juga tengah tersanngkut kasus dugaan penyalahgunaan kuota haji.

Memang sejak 2017, dengan berdirinya Badan Pengelola Keuangan Haji, celah penyelewengan dana haji itu ditekadkan untuk ditutup. Namun, celah korupsi bukan sama sekali sirna. Kasus yang menyeret Yaqut Cholil Qoumas terjadi di rentang 2020-2024 menunjukkan bahwa celah itu masih ada dan bisa diterobos oleh modus korupsi yang diperbaharui melalui penyelewenangan kuota haji. Perkiraan kerugian negara pun tidak main-main, yakni mencapai Rp1 triliun menurut KPK.

Singkatnya, lembaga yang berubah dan bertambah bukan jaminan korupsi musnah. Pejabat culas selalu saja bisa menemukan celah. 

Maka, pertanyaan besarnya adalah bagaimana memastikan Kementerian Haji dan Umrah bukan menjadi lahan baru korupsi? Sebab itu, transparansi dan akuntabilitas mutlak harus bisa ditegakkan sejak dini. Organisasi dan tata kerja Kementerian Haji dan Umrah yang wajib diselesaikan pemerintah dalam 30 hari mesti disusun dengan sangat ketat, transparan, dan bisa dipertanggungjawabkan.

Lebih jauh lagi, sudah sepatutnya Presiden Prabowo Subianto sebagai salah satu insiator kementerian baru itu, memerintahkan jajarannya untuk menyusun dan memastikan mekanisme pengawasan yang ketat. Aturan itu mesti dituangkan dalam perpres yang menjadi amanat UU Kementerian Haji.

Presiden harus memastikan bahwa kementerian baru ini, yang bakal butuh dana APBN, benar-benar menjadi solusi perbaikan penyelenggaraan haji Indonesia. Tanpa itu, penyelenggaraan ibadah haji kita hanya bersalin rumah, tapi kekotorannya tetap sama. Kita tidak mau itu terjadi. 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Silvana Febriari)