Hasil perolehan suara sementara Donald Trump meraup suara terbanyak dengan perolehan 277 electoral votes atau 51,05% suara sedangkan Kamala Haris memperoleh 224 electoral votes atau 47,45% suara. Pakar Hukum Hubungan Internasional Hikmahanto Juwana mengatakan kemungkinan hal ini terjadi akibat ketidakpuasan warga Amerika Serikat (AS) khususnya swing states terhadap kepemimpinan Partai Demokrat.
"Sudah empat tahun Partai Demokrat berkuasa di bawah Presiden Joe Biden mungkin rakyat Amerika Serikat terutama yang swing voters di negara-negara yang swing states itu mereka merasa bahwa tidak mendapatkan apa yang mereka harapkan dari presiden yang berasal dari Partai Demokrat. Mereka tentu akan bertanya-tanya apakah dengan Kamala Harris menjadi presiden, Partai Demokrat akan bisa mengubah apa yang mereka harapkan? Dan sepertinya mereka tidak teryakini," kata Anto.
Kedua menurut Anto, Kamala Harris dianggap tidak tegas terhadap isu Israel-Palestina. Sedangkan di sisi lain, Trump tegas mendukung kependudukan
Israel.
"Kamala Harris tidak secara tegas terhadap isu Israel, dia posisinya ada di mana? Apa yang akan dia lakukan? Kalau Trump dia mengatakan kami akan berada di belakang Israel. Di Amerika Serikat mungkin keturunan Yahudi itu jumlahnya sedikit tetapi dia memegang uang. Jadi bisa saja bahwa karena Partai Demokrat enggak jelas posisinya dan sebagainya uang dari mereka-mereka yang keturunan Yahudi di Amerika Serikat enggak di sebar ke Partai Demokrat," tutur Anto.
Ambisi Trump untuk Amerika Serikat
Dalam pidato kemenangannya Trump kembali menyampaikan keinginannya untuk mengelola cadangan minyak Amerika. Hal ini untuk membuat Amerika tidak lagi bergantung pada cadangan minyak Timur Tengah dan Rusia.
"Mengenai cadangan minyak, bagi saya kita punya lebih banyak minyak bumi, emas, dan gas dari negara manapun. Lebih banyak dari Arab Saudi, lebih banyak dari Rusia. Kerja keras kita akan terbalaskan, kita akan mengurangi pajak, kita akan melakukan hal yang tidak bisa dilakukan siapapun, bahkan China tidak memiliki apa yang kita punya," kata Trump dalam pidatonya, Rabu, 6 Oktober 2024.