Sastrawan Goenawan Mohamad tak kuasa menahan air matanya mengungkapkan kemarahannya ketika menanggapi langkah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang berusaha membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi dengan merevisi Undang-Undang Pilkada.
"Saya kira semuanya bersepakat bahwa keadaan sedang genting," ungkap GM sambil menahan air matanya dalam forum dialog MK bersama perwakilan massa, Kamis, 22 Agustus 2024.
GM mengungkapkan sedang menahan diri untuk tidak menyerukan revolusi, karena Ia tahu ongkos yang harus dikeluarkan tidak sedikit. Namun Ia merasa situasi saat ini sudah di luar batas.
"Sebetulnya DPR yang melawan Konstitusi harus dibubarkan," jelas GM dengan nada geram.
Sebagai informasi, pada Selasa, 20 Agustus 2024,
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan dua putusan krusial terkait tahapan pencalonan kepala daerah, yakni Putusan Nomor 60/PUU/XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024.
Putusan Nomor 60/PUU/XXII/2024 mengubah ambang batas pencalonan partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusung pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.
Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 menegaskan bahwa batas usia minimum calon kepala daerah dihitung sejak penetapan pasangan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Putusan itu menggugurkan tafsir putusan Mahkamah Agung sebelumnya yang menyebut bahwa batas usia itu dihitung sejak pasangan calon terpilih dilantik.
Namun, pada Rabu, 21 Agustus 2024, Badan Legislasi DPR RI dan pemerintah menyetujui untuk melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 atau RUU Pilkada pada rapat paripurna DPR terdekat guna disahkan menjadi undang-undang.
Terdapat dua materi krusial
RUU Pilkada yang disepakati dalam Rapat Panja RUU Pilkada itu. Pertama, penyesuaian Pasal 7 UU Pilkada terkait syarat usia pencalonan sesuai dengan putusan Mahkamah Agung.
Kedua, perubahan Pasal 40 dengan mengakomodasi sebagian putusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah ketentuan ambang batas pencalonan pilkada dengan memberlakukan hanya bagi partai non parlemen atau tidak memiliki kursi di DPRD.