Masuknya nama Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto di Pilpres 2024 dinilai menyisakan perdebatan. Tak hanya perdebatan hukum, tapi juga menyangkut etis dan politis.
"Ini satu paket. Jadi tidak semata-mata kaitannya secara hukum dan etis, tapi juga politis," ujar pengamat politik, Burhanuddin Muhtadi di Breaking News Metro TV, Selasa 14 November 2024.
Perdebatan ini, kata Burhanuddin, akan terus berlangsung hingga Pemilu 2024 selesai. Bahkan seandainya putra sulung Joko Widodo itu menang di Pilpres 2024.
"Kita tahu MKMK pun sudah memutuskan dalam prosedur Putusan MK Nomor 90 ada pelanggaran etik berat. Ini yang dikhawatirkan ke depan," ujarnya.
Burhanuddin menyebut, potensi Prabowo-Gibran unggul di Pilpres 2024 tidak terhalang oleh polemik Putusan MK. Bahkan pendaftaran Prabowo-Gibran menjadi momentum positif.
Seperti diketahui, Gibran diusung KIM untuk mendampingi Prabowo Subianto setelah MK yang diketuai Anwar Usman menguatkan lewat putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal syarat usia capres dan cawapres.
Namun, kemudian MKMK memberikan putusan tamat bagi Anwar Usman dari jabatan Ketua MK, usai menyidangkan pelaporan sejumlah pihak, seperti dari CALS, Denny Indrayana, Advokat Pengawal Konstitusi, LBH Yusuf, Komite Independen Pemantau Pemilu, Tumpak Nainggolan, BEM Unusia, Perhimpunan Advokat Demokrasi Indonesia, dan perorangan,yang menggugat putusan MK atas perkara nomor 90.
Para pelapor kepada MKMK menyatakan dugaan adanya konflik kepentingan dalam Putusan MK. Sebab, adanya putusan itu seakan membuka jalan bagi Gibran, sang keponakan untuk diusung sebagai calon wakil presiden dalam Pemilu 2024.
"Hakim terlapor (Anwar Usman) terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip ketidakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan, dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan," kata Jimly yang didampingidua anggota MKMK, Wahiduddin Adams dan Bintan Saragih.
Selain diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua MK, Anwar juga dikenai sanksi lain. Ia dilarang mengadili sejumlah perkara persidangan, meski yang bersangkutan masih menjadi hakim konstitusi.