Jakarta: Pengamat Pendidikan Doni Kusuma mendukung Kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) yang melarang sekolah menggelar wisuda dan study tour berbayar. Larangan tersebut sejalan dengan semangat reformasi pendidikan dan kepedulian terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat.
“Setiap kebijakan yang membawa proses pendidikan menjadi lebih baik itu patut kita dukung. Saya melihat apa yang disampaikan Kang Dedi adalah ajakan agar sekolah bijak dan proper, tidak sekadar meneruskan tradisi yang belum tentu sesuai dengan kondisi saat ini,” ujar Doni seperti dikutip dari Newsline Metro TV, Selasa, 29 April 2025.
Doni menilai, banyak kegiatan perpisahan seperti wisuda yang justru menjadi beban finansial bagi orang tua siswa. Ia menekankan pentingnya memiliki sense of crisis dan solidaritas terhadap kondisi ekonomi sebagian besar masyarakat. Terutama kondisi setelah Pandemi Covid-19 dan meningkatnya angka PHK di Jabar.
“Bagi sebagian orang, biaya perpisahan seperti Rp1 juta atau Rp1,2 juta mungkin biasa saja. Tapi bagi keluarga miskin, itu sesuatu yang harus diperjuangkan dengan jerih payah. Anak-anak muda perlu memahami bahwa tidak semua orang tua bisa dengan mudah mencari uang,” kata Doni.
Doni juga menilai istilah wisuda sebenarnya tidak tepat digunakan pada jenjang sekolah dasar (SD) hingga menengah. Dia menegaskan, momen kelulusan sebaiknya dirayakan secara sederhana melalui pelepasan siswa di sekolah dengan konsep yang tidak membebani.
“Wisuda itu sebenarnya hanya untuk perguruan tinggi. Untuk SMA, yang tepat adalah perayaan kelulusan atau pelepasan siswa. Itu bisa dilakukan secara sederhana di sekolah, seperti
potluck atau pesta kebun yang tetap berkesan tanpa harus mengundang artis, menyewa fotografer, atau menggelar acara mewah,” ujar Doni.
Terkait polemik yang viral di media sosial (
medsos), Doni menyebut bahwa diskusi yang muncul, termasuk kritik dari siswa, merupakan bentuk komunikasi yang sehat antara masyarakat dan pemerintah. Dia juga mendorong pemerintah untuk menerbitkan regulasi yang lebih tegas agar praktik pendidikan tidak menyimpang dari tujuan utamanya.
“Saya rasa perlu ada regulasi dari pemerintah daerah karena kegiatan seperti ini sudah masif, dari TK sampai SMA. Namun, komunikasi dengan pihak sekolah dan orang tua harus dikedepankan agar tidak menimbulkan resistensi,” kata Doni.
(Zein Zahiratul Fauziyyah)