Kantor BRIN. Dok Humas BRIN.
Jakarta: Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengembangkan sistem diagnosis malaria berbasis kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Sistem ini dirancang secara otomatis menentukan status infeksi malaria pasien melalui analisis mendalam microphotograph sediaan darah tipis dan tebal.
Kepala Pusat Riset Kecerdasan Artifisial dan Keamanan Siber (PRKAKS) BRIN Anto Satriyo Nugroho mengatakan data yang digunakan dalam pengembangan ini berasal dari berbagai pelosok Indonesia. Memungkinkan sistem untuk mengenali beragam spesies parasit malaria.
"Uniknya, pengembangan sistem ini memanfaatkan ekstraksi fitur morfo-geometris yang memungkinkan AI untuk mengidentifikasi karakteristik ukuran dan bentuk sel darah yang terinfeksi," tutur Anto, Rabu, 9 April 2025.
Ia mengakui adanya tantangan dalam pengembangan sistem diagnosis malaria. Antara lain, adanya perubahan morfologi parasit malaria selama siklus hidup nyamuk tersebut.
"Kami di BRIN sangat optimistis bahwa penelitian dan pengembangan AI yang berkelanjutan akan mampu menciptakan alat diagnosis yang sangat penting dan berkontribusi signifikan dalam upaya pemberantasan malaria di Indonesia," ungkapnya.
Menurut Anto, BRIN saat ini tengah mendorong kolaborasi antara peneliti, industri, dan pemerintah untuk mempercepat pengembangan teknologi AI yang relevan dengan kebutuhan lokal. Pengembangan AI berbasis data lokal yang dapat meningkatkan efisiensi dan akurasi dalam berbagai aplikasi menjadi salah satu fokus utamanya.
Anto menekankan visi riset BRIN terkait AI adalah untuk mengembangkan agar bekerja sama dengan manusia, bukan menggantikannya. Risetnya berfokus dalam mendukung berbagai sektor strategis di Indonesia, termasuk pendidikan, kesehatan, dan keamanan siber.
"AI memiliki potensi besar untuk memberikan solusi inovatif terhadap tantangan nasional, terutama dalam era transformasi digital yang semakin pesat," ujar Anto.
Anto menyebut penggunaan sistem Mobile Automated Multi-Biometric Identification System (MAMBIS) oleh Polri untuk mengidentifikasi korban, seperti korban kecelakaan atau bencana, merupakan salah satu bentuk pemanfaatan AI yang telah digunakan saat ini. Proses identifikasi ini dilakukan dengan menggunakan pemindaian sidik jari secara langsung atau melalui sidik jari laten, atau melalui pemindaian iris mata.
"Setiap Kepolisian Resort (Polres) di tingkat kota atau kabupaten memiliki dua perangkat MAMBIS yang memudahkan mereka dalam mengidentifikasi korban di lokasi kejadian secara efisien," jelasnya.
Saat ini telah ada juga teknologi pengenalan wajah yang diterapkan di Stasiun Solo Balapan untuk menyederhanakan proses masuk ke area peron kereta api. Inisiatif ini tidak hanya mempercepat proses masuk dengan waktu sekitar satu detik, dibandingkan cara manual lima detik, tetapi juga meningkatkan akurasi.
Teknologi ini didukung oleh peran pemerintah, termasuk Kementerian Dalam Negeri untuk spesifikasi teknis KTP-el, Badan Standardisasi Nasional (BSN) untuk menyusun Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait data biometrik dalam chip KTP-el, serta dukungan dari industri dan BRIN untuk pengembangan sistem autentikasi biometrik.
Dengan berbagai riset dan inovasi kecerdasan buatan yang dikembangkan saat ini, kata Anto, BRIN berada di garis depan dalam memajukan riset tersebut di Indonesia. Berfokus untuk kemanusiaan dan penekanannya pada kolaborasi antara kecerdasan manusia dan mesin menjadi landasan penting dalam upaya menghasilkan inovasi yang bermanfaat nyata bagi bangsa dan negara.
"Kolaborasi adalah kunci keberhasilan riset AI di Indonesia. Dengan memanfaatkan data lokal dan sumber daya manusia yang kompeten, kita dapat menciptakan teknologi yang tidak hanya canggih tetapi juga sesuai dengan konteks Indonesia," ungkapnya.