Kerugian Ekologis Dinilai Tak Bisa Jadi Bukti Korupsi

Ilustrasi. Medcom

Kerugian Ekologis Dinilai Tak Bisa Jadi Bukti Korupsi

Achmad Zulfikar Fazli • 5 January 2025 23:14

Jakarta: Penghitungan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi izin usaha pertambangan (IUP) di PT Timah sebesar Rp300 triliun kembali disorot. Kejaksaan Agung dinilai belum bisa membuktikan hingga akhir persidangan.

"Jaksa kukuh dengan praduganya, tetapi sayangnya praduga ini tidak didukung alat bukti yang membenarkan nilai kerugian negara sebanyak itu," ujar pakar hukum pidana Universitas Mataram, Ufran Trisa, dalam keterangannya, Minggu, 5 Januari 2025.

Menurut dia, pembuktian kerugian negara tak terpenuhi dari sejumlah terdakwa yang sudah divonis. Kejagung pun menyasar lima korporasi yang diduga berkontribusi pada kerugian negara.

Perusahaan tersebut, yakni PT Refined Bangka Tin (RBT), PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS), Tinindo Inter Nusa (TIN), dan CV Venus Inti Perkasa (VIP). 

PT RBT dituduh membuat kerugian negara sekitar Rp38,5 triliun, PT SBS sebesar Rp23,6 triliun, PT SIP senilai Rp24,3 triliun, CV VIP sekira Rp42 triliun, dan PT TIN sebesar Rp23,6 triliun.

Ufran menyoroti perihal penghitungan kerugian negara dalam kasus ini yang didasarkan pada kerugian ekologis, dengan mengacu pada Laporan Hasil Kajian (LHK) Nomor VII pada 2014. Menurut dia, belum ada argumentasi yang kuat menyatakan kerugian ekologis termasuk kerugian keuangan negara. 

“Kerugian ekologis lebih merupakan pencemaran atau kerusakan lingkungan, yang tidak bisa langsung ditarik sebagai akibat adanya korupsi," kata dia.  

Dia menyampaikan penghitungan kerugian negara semestinya menjadi kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang diamanatkan konstitusi.

Meski setelah Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 31 Tahun 2012, kewenangan ini terdesentralisasi ke berbagai lembaga, termasuk Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).  

“Hanya saja sering kali hasil audit BPK yang dibentuk berdasarkan konstitusi justru dikesampingkan audit BPKP, yang hanya dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden,” ujar dia.
 

Baca Juga: 

Vonis Ringan Koruptor Timah Dinilai Jadi Tantangan Pemerintahan Prabowo


Sebelumnya, Kejaksaan Agung menegaskan kerugian negara dalam rasuah IUP PT Timah mencapai Rp300 triliun. Namun, angka tersebut tak sepenuhnya berasal dari hasil korupsi seperti suap ataupun kerugian lain yang berasal dari anggaran negara. Bahkan, kerugian terbesar bersumber dari kerusakan yang timbul akibat praktik rasuah.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengungkap, total kerugian kasus timah Rp300.003.263.938.131,14. Dari angka itu, Rp2,284 triliun merupakan kerugian keuangan negara atas aktivitas kerja sama penyewaan alat processing penglogaman timah yang tidak sesuai ketentuan.

"Kerugian keuangan negara atas pembayaran bijih timah dari tambang timah ilegal sebesar Rp26,648 triliun," sambung Harli dalam acara Capaian Kinerja Kejaksaan RI 2024 di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa, 31 Desember 2024.

Kerugian keuangan negara atas kerusakan lingkungan akibat tambang timah ilegal yang dihitung oleh ahli lingkungan hidup mencapai Rp271,069 triliun. Harli memerinci kerugian lingkungan itu bersumber dari kerugian ekologi yang jumlahnya Rp183,703 triliun.

Selain itu, kerugian negara akibat kerusakan lingkungan berasal dari kerugian ekonomi lingkungan sebesar Rp74,479 triliun serta pemulihan lingkugnan yang jumlahnya mencapai Rp11,887 triliun.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Achmad Zulfikar Fazli)