Jakarta: Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menegaskan dua misi strategis dalam memperkuat perannya sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang kredibel dan inklusif menuju pemilu 2029.
Anggota KPU RI, August Mellaz, menyampaikan pihaknya berkomitmen menjadikan lembaganya sebagai pusat pengetahuan dan berbagi pengalaman kepemiluan, sekaligus sebagai pusat kolaborasi multipihak dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia.
“KPU harus mampu menjadi pusat pengetahuan kepemiluan, baik berdasarkan alasan historis, otoritas yang dimiliki, maupun legitimasi yang melekat pada lembaga ini,” ujar Mellaz dalam keterangannya pada Sabtu, 11 Oktober 2025.
Menurut Mellaz, KPU memiliki otoritas yang kuat karena secara langsung memproduksi dan menguasai berbagai data serta informasi terkait penyelenggaraan pemilu dan pilkada. Dengan tanggung jawab dan kewenangan tersebut, KPU sudah seharusnya menjadi rujukan utama bagi berbagai lembaga dalam isu kepemiluan.
“Segala informasi yang dikeluarkan KPU bersifat otoritatif, menjadi dasar, dan acuan bagi lembaga lain seperti akademisi, media, dan lembaga survei dalam melakukan analisis terhadap fenomena kepemiluan di Indonesia,” tegas Mellaz.
Selain menjadi sumber pengetahuan, KPU juga berkomitmen menjadi fasilitator kolaborasi multipihak dalam penyelenggaraan pemilu. Menurut Mellaz, keberhasilan pemilu tidak bisa dicapai oleh KPU sendiri, melainkan memerlukan partisipasi aktif dari berbagai pihak.
“KPU harus menjadi stimulan yang memfasilitasi tumbuhnya iklim partisipatif dan kolaboratif, menciptakan ruang bagi berbagai pemangku kepentingan untuk terlibat dalam memperkuat demokrasi dan meningkatkan partisipasi masyarakat,” katanya.
Ia menekankan bahwa KPU perlu membangun kerja sama strategis dengan pemerintah daerah, perguruan tinggi, organisasi masyarakat sipil, dan lembaga lainnya. Kolaborasi semacam ini, lanjut Mellaz, akan memperluas dampak
pendidikan pemilih dan memperkuat legitimasi serta kualitas proses kepemiluan secara keseluruhan.
Mellaz menjelaskan tahun 2025 menjadi awal fase kedua pendidikan pemilih berkelanjutan. Hal ini berfokus pada dokumentasi pembelajaran yang hasilnya akan menjadi masukan untuk Rencana Strategis (Renstra) KPU 2026 dan penyusunan Kurikulum Tata Kelola Pemilu.
“Hasil dari evaluasi kritis ini nantinya akan kami sumbangkan tidak hanya untuk Renstra KPU, tetapi juga sebagai masukan dalam revisi Undang-Undang Pemilu yang dijadwalkan mulai tahun 2026,” jelas Mellaz.
KPU/Ilustrasi/Istimewa
Pada fase ini, KPU menitikberatkan pada penguatan sistem pendidikan pemilih yang berkelanjutan dan berbasis data. Langkah ini dinilai strategis untuk meningkatkan kualitas partisipasi masyarakat dalam setiap penyelenggaraan pemilu.
Mellaz juga menyoroti pentingnya evaluasi berbasis data. Pengalaman dari Pemilu 2019 yang diwarnai tantangan logistik hingga lebih dari 2.000 TPS melakukan pemungutan suara ulang, menjadi bahan introspeksi penting bagi KPU periode 2020–2027.
“Dengan memanfaatkan data historis, KPU mampu menyusun skenario keberlanjutan dan langkah pencegahan yang lebih proaktif. Pelajaran dari masa lalu menjadi landasan bagi peningkatan sistem pemilu yang lebih fleksibel dan berkelanjutan di masa depan,” pungkasnya