Perbaiki Indeks Korupsi, Pemerintah Diminta Benahi Tata Kelola Ekonomi dan Bisnis

Ilustrasi. Foto: Medcom

Perbaiki Indeks Korupsi, Pemerintah Diminta Benahi Tata Kelola Ekonomi dan Bisnis

Tri Subarkah • 11 February 2025 21:14

Jakarta: Transparency International Indonesia (TII) merekomendasikan kepada pemerintah Indonesia untuk memperbaiki tata kelola ekonomi dan bisnis. Hal itu peru dilakukan guna mendongkrak skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang saat ini menempati peringkat 99 dengan skor 37 poin.

Deputi TII, Wawan Heru Suyatmiko berpendapat, peningkatan skor dan peringkat Indonesia dibanding tahun lalu lebih ditopang pada indikator pengelolaan ekonomi, bisnis, dan investasi secara makro yang nampak menjanjikan. Namun, pada indiktor yang berkaitan dengan praktik korupsi antara pemegang otoritas kebijakan dan pelaku usaha.

Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa pemerintah perlu membuat kerangka regulasi dalam kebijakan ekonomi yang berorientasi pada pemberantasan korupsi. Serta, mulai menyentuh isu kolusi serta nepotisme yang selama ini belum nampak pada kebijakan pengendalian konflik kepentingan.

"Upaya pemebrantasan korupsi seharusnya tidak hanya ditujukan untuk mempermudah investasi atau menuju pertumbuhan ekonomi belaka, tapi juga sejalan dengan penegakan hukum dan demokrasi," kata Wawan dalam acara peluncuran IPK Indonesia 2024 yang digelar secara daring, Selasa, 11 Februari 2025.

Bagi Wawan, pemberian karpet merah untuk investasi bukanlah langkah yang tepat dalam memberantas korupsi. Ia menggarisbawahi pentingnya kepastian hukum dan jaminan pada kebebasan sipil. Selain itu, TII juga mendorong pemerintah mengembalikan independensi serta kewenangan lembaga pengawas kekuasaan.
 

Baca juga: Skor IPK Indonesia Naik, Kejagung Ingatkan Sinergitas

Pasalnya, selama ini upaya peengakan hukum selalu menjadi faktor pemberat dalam korupsi. Oleh karena itu, lembaga pengawas harus dikembalikan kemandiriannya dan bebas dari intervensi kekuasaan manapun.

"Pemerintah, parlemen, dan pengadil sebagai fungsi pengawas dan penyeimbang kekuasaan juga harus melakukan tugasnya secara berkeadilan, memberikan kepastian hukum, dan mandiri," tandas Wawan.

Dalam kesempatan yang sama, pengajar pada STH Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, mengingatkan bahwa demokrasi secara global sedang mendapat tantangan dari kebijakan-kebijakan yang populis. Hal itu terejawantah dari kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Presiden AS Donald Trump.

Di Indonesia sendiri, kebijakan populis dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto, salah satunya lewat program Makan Bergizi Gratis. Menurtnya, alih-alih mengeluarkan kebijakan populis, pemerintah sebaikanya melakukan reformasi yang sifatnya fundamental di bidang hukum, politik, dan krisis iklim.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Anggi Tondi)