Sidang Kasus Perundungan PPDS, Saksi Beberkan soal Pungli

Suasana persidangan dugaan perundungan Aulia Risma Lestari. Dok. Istimewa

Sidang Kasus Perundungan PPDS, Saksi Beberkan soal Pungli

Candra Yuri Nuralam • 10 July 2025 19:58

Jakarta: Persidangan dugaan perundungan Aulia Risma Lestari berlanjut. Persidangan mendengarkan kesaksian saksi, yakni Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Yan Wisnu Prajoko, dan Auditor Ahli dari Inspektorat Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi, Galih Ari Sudewo.

Ketua Review Pengadilan Independen M. Roem melaporkan jalannya persidangan. Dalam persidangan hari ini, saksi Auditor Ahli dari Inspektorat Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi Galih Ari Sudewo menyatakan penarikan dana dari mahasiswa untuk mahasiswa bukan pungutan liar.

"Karena pada Pasal 11 Peraturan Mendikbud No 25 Tahun 2020 menyatakan, di luar Uang Kuliah Tunggal (UKT), ada komponen lain yang bisa ditarik, termasuk pada butir a sampai d di antaranya biaya pribadi mahasiswa dan kegiatan pembelajaran dan penelitian yang dilaksanakan secara mandiri oleh mahasiswa," kata M Roem dalam keterangan yang dikutip Kamis, 10 Juli 2025.

Bahkan, dia mempertegas pembayaran ini tidak dikumpulkan oleh Institusi Undip. Pengumpulan dana diinisiasi mahasiswa.

"Uang ternyata tidak disetorkan pada institusi Undip, jadi bila penarikan dana dilakukan atau ditarik oleh mahasiswa untuk kegiatan mahasiswa dapat dikatakan uang itu dari mahasiswa dan untuk mahasiswa, ini tidak dapat disebutkan sebagai pungutan liar," ujar auditor Kemendikbud itu.

Dalam persidangan tersebut juga menghadirkan Dekan Fakultas Kedokteran UNDIP, Dr Yan Wisnu Prajoko. Dalam tanya jawab dengan jaksa penuntut umum (JPU), hakim dan penasehat hukum terungkap saksi sebagai dekan mengetahui mahasiswa PPDS itu bekerja di RS Karyadi hingga tengah malam. Bahkan sampai pagi, tanpa digaji dan tidak mendapat makan malam sekalipun.

"Namun saksi mengaku tidak tahu bahwa banyak PPDS yang juga terpaksa membelikan alkes seperti ET atau alat instubasi sulit untuk pasien-pasien yang butuh tindakan cepat dan terancam kematian karena RS Karyadi tidak menyiapkan alkes tersebut," ujar dia.
 

Baca Juga: 

Siswa SD di Makassar Meninggal Diduga Dianiaya 3 Temannya


Yang menarik dari kesaksian sang dekan dalam persidangan hari ini adalah saksi merasa dosen yang tidak bersalah menjadi tumbal dalam peristiwa ini. “Seharusnya saya yang dimintai tanggung jawab itu bukan dosen yang tidak bersalah” ujar dia menirukan pernyataan Dokter Yan di persidangan.

M. Roem mengatakan Dokter Yan mengakui tata kelola keuangan yang bercampur antara dana mahasiswa dan dana dari fakultas merupakan kegagalan dalam kegiatan administrasi yang sebetulnya berada di bawah tanggung jawab Dekan. Sejak menjadi Dekan pada 2024, hal-hal seperti ini sedang dibenahi.

"Saksi Dokter Yan juga merasa penggunaan pasal penggelapan dan pemerasan kepada dosennya, hal itu tidak tepat dan terlalu dicari-cari," ujar dia.

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Moh Soleh, menuturkan saksi lain yang dihadirkan JPU adalah Direktur Layanan Operasional RS Karyadi, Dr Mahabara Yang Putera. Ada pertanyaan menarik dari kuasa hukum yang sukar dijawab Direktur RS Karyadi.

"Misalnya saja, mengapa RS Karyadi tidak menyiapkan makan malam untuk PPDS padahal mereka bekerja sampai malam hari bahkan ada yang sampai pagi," terang dia.

Dalam sidang, saksi Direktur RS Karyadi ini juga menyatakan semua alkes sudah disiapkan rumah sakit, padahal saat dikonfirmasi dalam persidangan sebelumnya terungkap banyak PPDS terpaksa harus membelikan alkes, seperti ET atau alat intubasi untuk pasien dalam rangka membantu penyelamatan pasien, karena tidak disediakan rumah sakit.

"Kok bisa berbeda begitu keterangan saksi dengan keterangan beberapa orang PPDS , padahal alat-alat ini cukup mahal" tanya kuasa hukum tersebut.

Dengan pertanyaan-pertanyaan itu Direktur RS Karyadi dengan santai menjawab tidak tahu. "Jawaban ini disesalkan para penasehat hukum karena tidak mendukung upaya mencari kebenaran materiil perkara," urai dia.

Dalam persidangan perkara ini, seorang hakim anggota sempat memberikan komentar untuk memberikan penghargaan sebagai pahlawan pada almarhumah residen anestesi yang meninggal dunia. Pernyataan ini menyusul pernyataan-pernyataan lain yang sering dilontarkan hakim pada sidang-sidang sebelumnya oleh sebagian pemerhati pengadilan menunjukkan indikasi pemihakan yang tidak seharusnya dilakukan seorang Hakim.

"Itulah sebabnya Pemerhati Independensi Pengadilan mengusulkan pada Badan Pengawas MA dan Komisi Judisial untuk memperhatikan persidangan karena sejak proses penyidikan sudah tampak tanda adanya campur tangan instansi tertentu," ujar Sirait, kuasa hukum terdakwa.

Sirait meminta majelis hakim menghadirkan beberapa saksi fakta yang tidak dihadirkan jaksa, padahal keterangan mereka sangat strategis dan menentukan. Namun, majelis hakim menolak permintaan ini.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)