Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Marco Rubio. Foto: WAM
Jeddah: Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Marco Rubio, menegaskan bahwa Ukraina perlu bersedia memberikan konsesi atas wilayah yang telah dikuasai Rusia sejak 2014 jika ingin mencapai kesepakatan untuk mengakhiri perang.
Pernyataan tersebut disampaikan Rubio pada Senin 10 Maret 2025 saat dalam perjalanan ke Jeddah, Arab Saudi, untuk melakukan pertemuan dengan pejabat senior Ukraina. Kunjungan ini dilakukan 10 hari setelah pertemuan kontroversial di Gedung Putih antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, yang berujung pada penghentian bantuan militer AS ke Ukraina.
Mengutip dari The Straits Times, Selasa 11 Maret 2025, penghentian bantuan itu terkait dengan ketegangan yang muncul akibat sikap Trump yang menolak memasukkan jaminan keamanan dalam kesepakatan yang melibatkan sumber daya alam Ukraina.
Diplomasi berbasis konsesi
Rubio menekankan bahwa semua pihak harus siap melakukan kompromi jika ingin mencapai solusi diplomatik.
"Yang paling penting adalah memastikan bahwa Ukraina siap mengambil keputusan sulit, sebagaimana Rusia juga harus menghadapi keputusan sulit untuk mengakhiri konflik ini, atau setidaknya menghentikannya dalam bentuk tertentu," kata Rubio kepada wartawan.
Meskipun tidak memberikan gambaran rinci mengenai potensi kesepakatan, Rubio menegaskan bahwa elemen utama dari diplomasi ini adalah kesediaan kedua belah pihak untuk berkompromi.
"Saya rasa kedua pihak harus memahami bahwa tidak ada solusi militer dalam situasi ini," ujar Rubio.
Ia juga menekankan bahwa baik Ukraina maupun Rusia memiliki keterbatasan dalam mencapai tujuan militer mereka.
"Rusia tidak dapat menaklukkan seluruh Ukraina, dan sebaliknya, akan sangat sulit bagi Ukraina dalam waktu yang wajar untuk memaksa Rusia mundur sepenuhnya ke posisi mereka pada 2014," tambah Rubio.
Menurutnya, langkah berikutnya dalam perundingan adalah mencari tahu sejauh mana Rusia bersedia memberikan konsesi.
"Kita masih belum tahu seberapa jauh perbedaan posisi kedua belah pihak," kata Rubio.
Isu sumber daya alam dan keamanan
Dalam pertemuan yang dijadwalkan pada 11 Maret, isu utama yang akan dibahas adalah kemungkinan dimulainya kembali bantuan militer AS kepada Ukraina. Namun, pembicaraan tidak akan menyentuh usulan Trump mengenai pemanfaatan sumber daya alam Ukraina sebagai bentuk kompensasi bagi AS atas dukungan militernya sejak invasi besar-besaran Rusia tiga tahun lalu.
Trump sebelumnya menyebut bahwa kepentingan ekonomi AS dalam sektor energi fosil dan mineral langka di Ukraina dapat memberikan jaminan keamanan secara tidak langsung bagi negara tersebut.
Selain itu, Rubio menepis anggapan bahwa AS telah sepenuhnya menghentikan berbagi intelijen dengan Ukraina, meskipun beberapa informasi, termasuk citra satelit, tidak lagi diberikan.
"Kami masih memberikan informasi yang memungkinkan Ukraina untuk terus mempertahankan diri dari serangan Rusia," kata Menlu Rubio.
Ia juga memastikan bahwa tidak ada ancaman untuk mencabut akses Ukraina terhadap layanan internet Starlink, yang dioperasikan oleh SpaceX milik Elon Musk.
Tekanan AS terhadap Rusia
Meskipun AS terus menekan Ukraina agar mempertimbangkan solusi diplomatik, Washington juga tetap mengupayakan langkah-langkah untuk menekan Rusia.
Trump telah memperingatkan kemungkinan penerapan sanksi tambahan terhadap Rusia sebagai respons atas kelanjutan operasi militer Moskow.
Rubio menegaskan bahwa AS masih memiliki berbagai cara untuk memaksa Rusia kembali ke meja perundingan. "Kami ingin menunjukkan bahwa AS tetap memiliki cara untuk menekan Rusia agar bersedia bernegosiasi dengan Ukraina," ujar Rubio.
Ia juga menekankan bahwa keputusan mengenai bantuan militer akan sangat bergantung pada keseriusan Ukraina dalam mencari solusi damai. "Saya bisa pastikan satu hal, kami tidak akan memberikan bantuan militer kepada Rusia," pungkas Menlu Rubio.
(Muhammad Reyhansyah)