Pengujian kualitas air dari 12 titik di Malang, Rabu 5 November 2025/Dok. Ecoton
Daviq Umar Al Faruq • 5 November 2025 16:59
Malang: Peneliti Ecological Observation and Wetland Conservations (Ecoton) menemukan paparan mikroplastik pada hampir seluruh sampel air di Malang. Dari 12 titik uji, 11 titik terdeteksi mengandung partikel mikroplastik dengan jumlah satu hingga tujuh partikel.
Sampel diambil dari berbagai sumber meliputi air tanah, air permukaan, air rebusan, hingga air PDAM. Jenis mikroplastik yang ditemukan mayoritas berbentuk film atau filamen serta fiber.
"Mikroplastik jenis filamen umumnya berasal dari pecahan kantong plastik yang terdegradasi. Sementara jenis fiber dilepaskan dari pakaian berbahan sintetis seperti poliester saat proses pencucian," ujar Peneliti Ecoton, Rafika Aprlianti dalam Talkshow Membangun Kesadaran Hukum Lewat Bencana Mikroplastik di Universitas Widyagama Malang, Rabu, 5 November 2025.
Rafika memaparkan bahaya mikroplastik bagi kesehatan. secara fisik, paparan mikroplastik bisa mengganggu kesehatan seperti merusak jaringan paru, hati, dan sistem imun tubuh.
Ecoton bersama Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) meneliti kadar mikroplastik di udara di 18 kota Indonesia. Penelitian berlangsung pada Mei-Juli 2025, bertepatan dengan masa peralihan menuju musim kemarau.
"Sehingga konsentrasi di udara ambien dapat terukur dengan lebih representatif," kata Rafika.
Daerah penelitian mencakup Aceh Utara, Palembang, Jambi, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Bandung, Semarang, Solo, Surabaya, Sidoarjo, Malang, Denpasar, Gianyar, Kupang, Sumbawa, Pontianak, Palu, dan Bulukumba.
Hasil awal menunjukkan kadar mikroplastik tertinggi di Jakarta Pusat dengan 37 partikel terdeteksi dalam dua jam pengambilan sampel. Kadar terendah ditemukan di Kota Malang, hanya dua partikel dalam periode sama.
Koordinator Kampanye Ecoton, Mochammad Alaika Rahmatullah, menjelaskan sumber mikroplastik di udara. "Temuan ini menegaskan bahwa pencemaran mikroplastik di udara bersifat kompleks dan berasal dari berbagai aktivitas manusia," jelas Alaika.
Partikel berukuran sangat kecil, termasuk nanoplastik, dapat menembus penghalang alveolar-kapiler dan masuk ke aliran darah. Partikel ini berpotensi memicu respons imun sistemik dan mengganggu metabolisme.
"Kelimpahan mikroplastik di udara sangat dipengaruhi oleh intensitas aktivitas manusia dan minimnya vegetasi, terutama di wilayah perkotaan," ujar Alaika.
Dosen Hukum Lingkungan Universitas Widyagama Malang, Purnawan D Negara, mendorong Pemerintah Kota Malang menerbitkan peraturan daerah tentang pembatasan plastik sekali pakai.
"Sebanyak 22 kota dan kabupaten di Jawa Timur telah membuat regulasi yang membatasi penggunaan plastik sekali pakai. Jika pengambil kebijakan membiarkan mikroplastik, sejatinya memupuk bencana," tegas Purnawan.