Eks Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang. (tangkapan layar)
Theofilus Ifan Sucipto • 29 October 2023 14:09
Jakarta: Eks Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menyoroti iklim demokrasi Indonesia saat ini. Kondisinya dinilai sudah di luar nalar.
"Sulit kita bicara hari ini pakai teori apa saja, sudah tidak bisa. Percaya deh," kata Saut dalam diskusi virtual Crosscheck Metrotvnews.com bertajuk "Pengakuan Hakim Konstitusi Arief Hidayat: Dinasti, Prahara MK, Sampai Revolusi Mental," Minggu, 29 Oktober 2023.
Saut mencontohkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat calon presiden dan calon wakil presiden. Syaratnya, yakni berusia minimal 40 tahun atau sedang/pernah menjabat kepala daerah. Putusan itu digadang-gadang untuk memuluskan Wali Kota Surakarta sekaligus anak Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, sebagai cawapres Prabowo Subianto.
"Saya katakan politik kontemporer karena berubah-ubah, tidak ada politik sustain, cerdas, dan berintegritas dalam membangun demokrasi," papar dia.
Saut menyebut putusan MK tersebut sarat konflik kepentingan. Apalagi, hal itu sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
"Melakukan kolusi dihukumnya 12 tahun, (denda) paling tinggi Rp1 miliar. Undang-undang itu masih berlaku tapi tidak ada orang berpikir gitu," ujar dia.
Saut menuturkan penyelenggara negara seyogianya memahami beleid tersebut. Kemudian langsung menghentikan tindakannya bila sadar mengarah ke KKN.