Meski Naik, Harga Minyak Mentah Brent Masih di Bawah USD80/Barel

Ilustrasi Kilang Minyak. Foto: Kementerian ESDM.

Meski Naik, Harga Minyak Mentah Brent Masih di Bawah USD80/Barel

Husen Miftahudin • 12 August 2024 10:30

Jakarta: Harga minyak mentah dunia menguat selama sepekan lalu, didorong oleh ketegangan geopolitik dan potensi bangkitnya permintaan dari Tiongkok setelah negara tersebut melaporkan inflasi yang lebih tinggi dari yang diperkirakan pada Juli.

Menurut data pasar, dikutip dari Investing.com, Senin, 12 Agustus 2024, kontrak berjangka (futures) minyak jenis Brent menguat 2,45 persen dalam sepekan lalu, ditutup di USD79,52 per barel.

Secara teknikal, dalam chart harian Brent saat ini berusaha menguji area resistance di level USD79,92 per barel hingga USD80,00 per barel. Penembusan ke atas level tersebut akan membawa Brent menuju area USD81 per barel sampai USD81,80 per barel.

Sedangkan, futures minyak WTI naik 3,76 persen dalam sepekan usai ditutup di USD76,82 per barel pada Jumat, 9 Agustus 2024 pekan lalu.

Kenaikan ini terjadi di tengah ketegangan geopolitik yang tetap tinggi, terutama sementara Israel menunggu tanggapan Iran terhadap pembunuhan seorang pejabat senior kelompok militan Hamas di Tehran dua pekan lalu.

Pemimpin senior Iran mengancam akan membalas Israel untuk serangan udara mematikan tersebut, yang dapat memicu konflik lebih luas di Timur Tengah dan mengancam pasokan minyak di Teluk Persia.

"Seiring dengan meredanya penjualan minyak yang didorong sentimen, para trader kembali memperhatikan risiko pasokan, terutama di Timur Tengah," kata Saxo Bank.
 

Baca juga: Minyak Dunia Mendekati Level USD80/Barel
 

Didorong data ekonomi yang positif


Penguatan harga minyak tersebut juga didorong oleh data ekonomi yang positif dan indikasi dari pejabat bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (The Fed) mereka mungkin akan menurunkan suku bunga secepatnya pada September, yang meredakan beberapa kekhawatiran tentang permintaan.

Kenaikan inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan di Tiongkok pada Juli turut mendukung harga minyak, dengan harapan ekonomi negara pengimpor terbesar ini pulih dari krisis utang properti, meskipun kenaikan tersebut sebagian besar disebabkan oleh harga daging babi yang lebih tinggi.

"CPI tahunan untuk Juli mencapai 0,5 persen dan juga 0,5 persen secara bulanan, mengalahkan perkiraan 0,3 persen untuk keduanya," ucap PVM Oil Associates.

"Ada juga pembacaan PPI yang lebih baik dengan penurunan -0,8 persen dibandingkan dengan -0,9 persen, yang mungkin tidak signifikan sebagai pendorong, tetapi di Tiongkok, setiap berita positif bisa dianggap sebagai angin segar di tengah kondisi yang buruk," tambah mereka.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)