Dorong Amicus Curiae untuk Karen, Pengamat Sebut Pengadaan LNG Perintah Jabatan

Praktisi hukum SHP Law Firm, Syaefullah Hamid. Dok. Istmewa

Dorong Amicus Curiae untuk Karen, Pengamat Sebut Pengadaan LNG Perintah Jabatan

Achmad Zulfikar Fazli • 28 January 2024 14:04

Jakarta: Sejumlah mahasiswa, akademisi, pejabat, korporasi, praktisi, aktivis, dan para pegiat terkait energi, yang tergabung dalam Forum Diskusi Ketahanan Energi (FDKE), sepakat membangun gerakan Amicus Curiae. Gerakan ini dilakukan guna memberikan pembelaan hukum demi keadilan terhadap mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan.

Amicus Curiae adalah sebuah upaya hukum yang memungkinkan pihak ketiga, yaitu mereka yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara, memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan.

Praktisi hukum SHP Law Firm, Syaefullah Hamid, mengatakan Karen adalah korban kriminalisasi aparat penegak hukum yang dengan menggunakan Pasal 2 dan 3 UU Tipikor telah ditetapkan sebagai tersangka dan dicekal sejak 7 Juni 2022. Karen dituding melakukan pengadaan LNG Pertamina dari Corpus Christi Liquefaction (CCL) Amerika Serikat secara sepihak dan terjadi kelebihan pasokan yang mengakibatkan kerugian keuangan negara. 

“Padahal perjanjian Jual Beli LNG tersebut sudah dibatalkan keseluruhannya dan digantikan dengan perjanjian baru di tahun 2015 pada era Dwi Soetjipto, yang menggantikan Karen Agustiawan (pada 1 Oktober 2014 mengundurkan diri sebagai Dirut Pertamina),” jelas Syaefullah dalam sebuah Diskusi 'Ngopi Bareng Awak Media' yang didukung Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) di Jakarta, dilansir pada Minggu, 28 Januari 2024.

Syaefullah mengatakan pengadaan LNG dari CCL adalah perintah jabatan dan merupakan sebuah aksi korporasi, yang prosesnya berlangsung dari bawah ke atas, sesuai tupoksi dan disetujui secara kolektif kolegial seluruh anggota direksi.

"Dalam Anggaran Dasar (AD) Pertamina juga mengatur keputusan yang diambil Dewan Direksi boleh tanpa persetujuan dari Dewan Komisaris dan RUPS. Sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat 8 dan ayat 10 AD Pertamina dan Board Manual 2013, serta Memorandum Legal Corporate tanggal 24 Agustus 2013, jadi tidak benar kalau dituduh sepihak,” jelas dia.
 

Baca Juga: Karen Agustiawan Klaim Hanya Mengikuti Perintah Jabatan

Terkait over supply, kata Syaefullah, kontrak pengadaan LNG akan berlangsung hingga 2040, dan kerugian yang terjadi pada 2020 dan 2021 ditengarai akibat Pandemi covid-19. Saat itu, lanjut dia, semua harga komoditas dunia anjlok dan sistem transportasi antarnegara terganggu akibat banyak pemberlakuan lockdown.

"Padahal dari impor LNG CCL ini Pertamina kini telah menerima keuntungan yang sangat besar. Sampai Desember 2023 saja, keuntungan yang diterima Pertamina sudah mencapai USD91.617.941 atau sekitar Rp1,425 Triliun. Sehingga tidak tepat disebut adanya kerugian negara," terang dia.

Persidangan PwC Masuk Pokok Perkara

Sementara itu, gugatan perdata yang dilayangkan Karen Agustiawan, Mantan Direktur Gas Pertamina Hari Karyuliarto, dan Mantan Vice President Business Development and Commercial Gas Pertamina Djohardi Angga Kusumah kepada pihak PT Pricewaterhouse Coopers Consulting Indonesia (PwC), sudah berlangsung. Gugatan akan dilanjutkan dengan sidang pokok perkara pada 1 Februari 2024.

Kuasa hukum penggugat, Humisar Sahala Panjaitan, mengatakan proses mediasi yang dilakukan di PN Jakarta Selatan menghasilkan deadlock.

“PwC pun telah keliru atau salah dalam memahami Anggaran Dasar Pertamina, PwC tidak membaca dan/atau tidak memahami Board Manual, RKAP, RJPP PT Pertamina (Persero), dan lain-lain,” jelas Sahala.

Sahala mengatakan laporan PwC itu justru dijadikan sebagai salah satu dasar penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi Pengadaan LNG di PT Pertamina (Persero) pada 2011-2021 oleh KPK. Penyidikan ini kemudian menjerat Karen.

"Sebelumnya Ibu Karen Agustiawan juga pernah menyampaikan surat kepada PwC tertanggal 9 Oktober 2023 yang menyatakan keberatan terkait hasil laporan tersebut, namun tidak ada respon dari pihak PwC atas keberatan tersebut," ujar Sahala.

Dalam perkara ini, Sahala menyampaikan Karen Agustiawan mengalami kerugian materiil  sebesar Rp6 miliar, dan Hari Karyuliarto sebesar Rp6,09 miliar. Sedangkan, kerugian immaterial sebesar USD78 juta.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Achmad Zulfikar Fazli)