Ilustrasi UMKM. Foto: Freepik/pikisuperstar.
Media Indonesia • 9 March 2024 18:01
Jakarta: Terbatasnya akses kredit untuk pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) diakibatkan oleh masalah struktural yang bersifat sistemik. Itu merupakan buah dari cara berbisnis perbankan yang berorientasi pada profit berupa pengembalian pinjaman dan bunganya.
"Dengan sisi pendanaan bank berbasis utang yang menjanjikan bunga simpanan, maka bank sangat berkepentingan mengamankan kredit yang mereka salurkan agar terbayar kembali bersama bunganya," ujar Direktur Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono melalui keterangan resmi, Sabtu, 9 Maret 2024.
Karena hal itu, keberadaan agunan menjadi amat menentukan penyaluran kredit. Hanya peminjam dengan agunan yang bernilai tinggi dan mudah dilikuidasi yang akan mendapat kredit bank dengan bunga kompetitif.
Alhasil, masyarakat kelas bawah sukar memiliki akses kredit perbankan karena ketiadaan agunan membuat mereka selalu dipandang unbankable. Itu termasuk pelaku usaha kecil dan mikro yang cenderung tidak memiliki aset, dan dengan usaha mereka bersifat informal dan subsistem.
"Itu membuat penyaluran kredit ke mereka menjadi tergolong berisiko tinggi karena dipandang tidak memiliki agunan yang memadai," kata Yusuf.
Baca juga: Berkontribusi pada PDB hingga Lapangan kerja, Jokowi Soroti Peran Penting UMKM