Dewan Redaksi Media Group Gaudensius Suhardi. (Ebet)
MASA jabatan Presiden Joko Widodo tersisa 13 hari lagi. Setelah 10 tahun memimpin negeri ini, jelang lengser, Jokowi rajin bersafari ke daerah untuk menyampaikan permohonan maaf.
Permohonaan maaf secara resmi sudah disampaikan Jokowi saat sidang tahunan MPR pada 16 Agustus 2024. “Mohon maaf untuk setiap hati yang mungkin kecewa, untuk setiap harapan yang mungkin belum bisa terwujud, untuk setiap cita-cita yang mungkin belum bisa tergapai,” kata Jokowi.
Harus jujur diakui kepemimpinan Jokowi mencatat sejumlah prestasi sekaligus banyak kekurangannya. Keberhasilan paling nyata tentu saja di bidang infrastruktur. Jokowi telah membangun 366 ribu kilometer jalan desa, 1,9 juta meter jembatan desa, 2.700 kilometer tol baru, 6.000 kilometer jalan nasional, 50 pelabuhan dan bandara baru, 43 bendungan baru, dan 1,1 juta hektare jaringan irigasi baru.
Survei Indikator Politik Indonesia menyebutkan mayoritas merasa puas dengan kinerja Jokowi, 75 persen. Survei yang dirilis pada 4 Oktober 2024 itu mengaitkan kepuasan yang tinggi dengan kemampuan mengendalikan inflasi.
Jika ditelaah lebih mendalam, Jokowi meraih simpati hingga menjelang akhir jabatannya karena konsisten dengan gaya politik yang sederhana dan tanpa jarak dengan rakyat.
Rakyat menyambut pelantikan Jokowi secara meriah pada 20 Oktober 2014. Disambut meriah karena kesederhanaan dan kedekatan seorang Jokowi dengan rakyatnya. Sudah teramat lama bangsa ini merindukan sosok pemimpin sederhana.
Presiden silih berganti memimpin Republik ini. Sepanjang sejarah, Indonesia telah dipimpin tujuh presiden. Baru kali itulah Indonesia memiliki figur presiden ideal. Dalam diri Jokowi saat pertama kali dilantik menjadi presiden bersumber seabrek keteladanan sikap perilaku. Kesederhanaannya ialah keutamaannya.
Pada mulanya Jokowi dianggap sebagai sosok harapan baru. Apalagi pada periode kedua, Jokowi merangkul lawan politiknya pada Pemilu 2019,
Prabowo Subianto, sebagai menteri di kabinetnya. Tidak berhenti di situ. Jokowi juga cawe-cawe untuk memenangkan Prabowo yang berpasangan dengan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, pada Pilpres 2024.
Cawe-cawe Jokowi itulah yang mendasari pelabelan baru, dari Jokowi harapan baru menjadi kefrustrasian baru karena demokrasi dikuburkan dengan membuka ruang dinasti politik. Kefrustrasian baru itu tidak terekam dalam hasil survei Indikator yang menyebutkan tingkat kepuasan terhadap Jokowi tetap tinggi menjelang akhir masa jabatannya.
Tidak terekam karena fakta itu hanya ditangkap publik kelas atas dan berpendidikan tinggi. Temuan Indikator dalam survei yang digelar pada 22-29 September 2024 menyebutkan berdasar pendidikan, ada kecenderungan tingkat kepuasan semakin rendah pada kelompok yang semakin terdidik. Menurut kelompok pendapatan, tingkat kepuasan ada kecenderungan semakin rendah pada kelompok yang lebih kaya.
Pantas jika kalangan terdidik tidak puas. Selama satu dekade Jokowi memimpin, indeks demokrasi turun. Indonesia pernah dilabeli sebagai negara dengan demokrasi cacat pada 2023. Berdasarkan data Freedom House, indeks demokrasi Indonesia turun dari 62 poin pada 2019 menjadi 53 poin pada 2023. Data Reporters Without Borders (RSF) juga menunjukkan penurunan terhadap skor kebebasan pers Indonesia, yakni dari 63,23 poin pada 2019 menjadi 54,83 poin pada 2023.
Skor indeks persepsi korupsi Indonesia pada 2023 stagnan di angka 34, sama seperti pada 2022. Dengan stagnasi tersebut, peringkat Indonesia pun merosot dari 110 menjadi ke-115 dari total 180 negara. Fakta itu menegaskan bahwa pemerintahan Jokowi tidak memiliki kontribusi berarti dalam agenda pemberantasan korupsi.
Begitu juga terkait dengan pengentasan kemiskinan, persentasenya turun, tapi jumlah penduduk miskin masih tinggi. Data terbaru Badan Pusat Statistik menyebutkan persentase penduduk miskin di Indonesia per Maret 2024 ialah 9,03 persen dari total penduduk atau sekitar 25,22 juta orang.
Tidak terlalu penting mengglorifikasi atau meratapi kepemimpinan Jokowi. Jokowi dikenang sebagai masa lalu dan Prabowo harapan baru. Tugas kita untuk mengawal presiden terpilih Prabowo.
Ada modal awal dukungan terhadap kepemimpinan Prabowo menurut survei Indikator. Sekitar 84,3 persen warga merasa cukup atau sangat yakin Prabowo mampu membawa Indonesia menjadi lebih baik dari sekarang. Itu modal penting bagi Prabowo yang akan memimpin pemerintahan ke depan.
Masalah mendesak yang mesti diselesaikan Prabowo ialah mengendalikan harga-harga kebutuhan pokok 29,7 persen, menyediakan lapangan pekerjaan 19,3 persen, mengurangi kemiskinan 12,7 persen, pemberantasan korupsi 10,1 persen, memajukan sektor pertanian 5,7 persen, dan pembangunan/perbaikan infrastruktur sebesar 4,4 persen.
Meski tidak terekam secara signifikan dalam survei Indikator, persoalan serius yang mesti mendapatkan perhatian ialah menjamin kebebasan berpendapat dan memastikan toleransi antara umat beragama. Kebebasan berpendapat dan toleransi ialah roh keutamaan demokrasi. Jangan biarkan demokrasi dikendalikan oleh para pemburu rente. Kiranya Prabowo menjadi harapan baru untuk merawat demokrasi.
(
Dewan Redaksi Media Group Gaudensius Suhardi)