Warga Lebanon pulang ke rumah mereka usai gencatan senjata disepakati. Foto: Anadolu
Fajar Nugraha • 28 November 2024 11:13
Beirut: Gencatan senjata antara Israel dan kelompok bersenjata Lebanon, Hizbullah, diadakan pada Rabu 27 November 2024 berdasarkan kesepakatan yang ditengahi oleh Amerika Serikat (AS) dan Prancis saat orang-orang di kedua negara mulai kembali ke rumah mereka di daerah perbatasan yang hancur akibat pertempuran selama 14 bulan.
Kesepakatan tersebut, sebuah prestasi diplomatik yang langka di wilayah yang dilanda konflik, mengakhiri konfrontasi paling mematikan antara Israel dan kelompok militan yang didukung Iran dalam beberapa tahun. Namun, Israel masih memerangi musuh bebuyutannya yang lain, kelompok militan Palestina, Hamas, di Jalur Gaza.
Mobil dan van yang penuh dengan kasur, koper, dan bahkan perabotan mengalir melalui kota pelabuhan Lebanon yang dibom berat, Tyre, menuju selatan, membawa sebagian dari sekitar 1,4 juta orang yang diyakini telah mengungsi akibat konflik tersebut.
Dalam pernyataan pertama oleh pusat operasi Hizbullah, sejak gencatan senjata diumumkan, kelompok itu tidak menyebutkan secara langsung tentang gencatan senjata dan bersumpah untuk melanjutkan perlawanannya.
Hizbullah mengatakan para pejuangnya "tetap diperlengkapi sepenuhnya untuk menghadapi aspirasi dan serangan musuh Israel". Pasukannya akan memantau penarikan Israel dari Lebanon "dengan tangan mereka di pelatuk".
Kelompok itu telah dilemahkan oleh korban jiwa dan pembunuhan pemimpinnya Sayyed Hassan Nasrallah oleh Israel.
Gencatan senjata tersebut bertujuan untuk mengakhiri konflik di perbatasan Israel-Lebanon yang telah menewaskan sedikitnya 3.768 orang di Lebanon sejak dipicu oleh perang Gaza tahun lalu, menurut kementerian kesehatan Lebanon.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan gencatan senjata itu adalah "sinar harapan pertama" dalam konflik Timur Tengah selama berbulan-bulan.
Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi mengatakan Iran menyambut baik gencatan senjata itu dan berharap itu akan bersifat permanen.
Di Lebanon, beberapa mobil mengibarkan bendera nasional, yang lain membunyikan klakson, dan seorang wanita terlihat mengacungkan tanda kemenangan dengan jarinya saat orang-orang mulai kembali ke rumah yang telah mereka tinggalkan.
Di Desa Zibqin di Lebanon selatan, Asya Atwi kembali ke rumahnya yang hancur bersama suami dan putrinya.
"Yang penting adalah kami kembali, melawan keinginan Israel dan melawan keinginan semua musuh," kata Atwi, seperti dikutip Anadolu, Kamis 28 November 2024.
"Kami kembali ke kampung halaman kami, dan kami akan tidur di reruntuhan,” imbuh Atwi.
Zahi Hijazi, 67, memanfaatkan gencatan senjata untuk mengunjungi apartemennya yang rusak di pinggiran selatan Beirut, benteng Hezbollah yang dibom habis-habisan oleh Israel.
"Tabungan seumur hidup kami. Semua kehancuran ini," katanya.