Berbagai Bentuk Potensi Kecurangan Tahap Pemungutan Suara

Ilustrasi. Foto: Medcom.id

Berbagai Bentuk Potensi Kecurangan Tahap Pemungutan Suara

Media Indonesia • 11 February 2024 18:31

Jakarta: Koordinator Nasional JPPR Nurlia Dian Paramita membeberkan berbagai potensi kecurangan menjelang tahap pemungutan suara Pemilu 2024. Potensi tersebut terjadi dari tahap pencoblosan hingga rekapitulasi suara.

Mita menyampaikan kecurangan pada tahap pencoblosan terjadi karena Keputusan KPU Nomor 66 Tahun 2024 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara Dalam Pemilihan Umum terkait daftar pemilih yang memiliki identitas kependudukan. Dalam aturan tersebut, pemilih yang memiliki kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) dapat memilih di domisili baru meski tidak masuk ke dalam daftar pemilih tetap (DPT). Menurut dia, aturan ini sangat berpotensi pemilih memberikan hak pilihnya  di dua TPS.

“Gambarannya, si pemilih di pagi hari dari jam 7-12 memilih di TPS awal dimana si pemilih menjadi DPT. Kemudain siangnya memilih di TPS tempat pemilih sudah pindah domisili dengan menggunakan hak pilihnya sebagai DPK. Ini kan sangat besar potensinya dengan ketentuan KPU tersebut,” kata Mita kepada Media Indonesia, Minggu, 11 Februari 2024.

Kemudian bahaya kecurangan juga bisa terjadi dalam proses penghitungan. Mita mencontohkan ketentuan KPU yang mengatur salinan hasil penghitungan digandakan dalam bentuk fotokopi atau dokumen elektronik. Ketentuan tersebut termaktub dalam Pasal 60 PKPU 25 Tahun 2023.

Dia menilai salinan yang diberikan kepada saksi dan pengawas TPS akan menimbulkan celah potensi kecurangan. Sebab, adanya standar ganda terhadap dokumen hasil penghitungan.
 

Baca juga: 

Pencoblosan Dinilai Sangat Rawan Kecurangan


Apalagi, kata Mita, adanya data yang diunggah ke dalam SIREKAP. Dengan tidak adanya penyederhanaan dokumen hasil tersebut potensi membuat kecurangan terhadap hasil penghitungan dapat dilakukan jika penyelenggara pemilunya tidak netral.

Ketidaknetralan itu mungkin terjadi dengan mengotak atik hasil penghitungan dalam C Hasil Pengitungan. “Seperti menulis angka perolehan suara dari 1 menjadi 10 dan seterusnya,” ungkap dia.

Kemudian dalam proses rekapitulasi. Mita menilai ada kelemahan pengawasan, khususnya dalam proses pengawasan pergerakan kotak suara dari panitia pemungutan suara (PPS) ke petugas panitia pemilihan kecamatan (PPK). Sebab, jumlah panitia pengawas pemilu (panwaslu) yang bertugas hanya satu orang.

“Jangan sampai kotak suara ada yang mampir ngopi dulu. Ini adalah salah satu kerawanan dalam proses rekapitulasi sampai tingkat kecamatan. Sisanya dari kecamatan ke kota, itu hanya angka-angka saja yang bergerak,” tutur Mita.

Maka, Mita meminta agar ketiga hal tersebut harus diperhatikan oleh semua pihak termasuk KPU. Mita juga mendesak seluruh penyelenggara pemilu agar mencegah potensi kecurangan dalam proses pemungutan. Seperti pemungutan di TPS khusus, pemilih menggunakan hak pilihnya lebih dari satu kali atau menggunakan hak pilih orang lain, atau surat suara rusak (sudah tercoblos). (MI/Yakub)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Anggi Tondi)