Ekonomi Indonesia. Foto; MI.
Singapura: Pertumbuhan ekonomi Indonesia terus menunjukkan kinerja yang baik, didorong oleh ketahanan konsumsi domestik dan penguatan investasi. Pihak berwenang didorong untuk menjaga sinergi kebijakan untuk memastikan stabilitas makroekonomi dan keuangan, serta mempertahankan momentum pemulihan di tengah tantangan global yang sedang berlangsung.
Demikian penilaian awal Kantor Riset Makro Ekonomi ASEAN+3 (AMRO) setelah Kunjungan Konsultasi Tahunan ke Indonesia pada 20 November hingga 1 Desember 2023. Lead Economist AMRO Sumio Ishikawa menuturkan perekonomian Indonesia diproyeksikan tumbuh sebesar 5,0 persen pada 2023 dan menguat menjadi 5,2 persen pada 2024.
"Permintaan domestik yang kuat didukung oleh kepercayaan konsumen yang kuat dan dorongan belanja terkait pemilu, pembangunan proyek-proyek strategis nasional yang sedang berlangsung, termasuk ibu kota baru, dan pemulihan permintaan eksternal secara bertahap, diperkirakan akan mendukung pertumbuhan. Sinergi kebijakan yang kuat antar otoritas harus dipertahankan untuk menjaga stabilitas dan mendukung kegiatan ekonomi," tegas dia dalam keterangan resmi, Rabu, 27 Desember 2023.
Inflasi diperkirakan akan tetap terkendali pada target 3,0±1 persen pada 2023 dan 2,5±1 persen pada 2024 berkat konsistensi bauran kebijakan Bank Indonesia (BI), sinergi kebijakan yang erat antara BI dan pemerintah untuk mengendalikan inflasi dengan memastikan pasokan dan distribusi barang-barang kebutuhan yang memadai[1], dan subsidi energi yang berkelanjutan.
"Surplus perdagangan yang cukup besar, peningkatan pariwisata dan aliran masuk investasi asing langsung yang berkelanjutan telah mendukung posisi eksternal di tengah gejolak aliran modal yang baru-baru ini terjadi," tegas dia.
Karena permintaan domestik mendukung pertumbuhan ekonomi yang kuat, prospek jangka pendek Indonesia, seperti negara-negara berkembang lainnya, dapat melemah karena perlambatan yang lebih besar dari perkiraan di Tiongkok.
Risiko lonjakan harga pangan dan energi global meningkat akibat fenomena El Niño, pengumuman OPEC+ mengenai pengurangan produksi minyak, dan konflik Timur Tengah baru-baru ini. Lonjakan harga komoditas seperti ini mungkin mempunyai efek menular pada inflasi impor.
Penghindaran risiko terhadap aset-aset negara berkembang, termasuk Indonesia, terus berlanjut di tengah kekhawatiran mengenai kebijakan moneter AS yang ketat dan berkepanjangan.
Indonesia menghadapi tantangan struktural dalam upayanya meningkatkan ketahanan ekonomi dan memastikan kelancaran transisi menuju ekonomi hijau.
Dukungan pendalaman pasar keuangan
"AMRO mendukung sinergi kebijakan yang ada saat ini antar lembaga pemerintah. Dalam skenario penurunan dengan pertumbuhan yang lebih lambat dari perkiraan di negara-negara mitra dagang utama, pihak berwenang didorong untuk memantau dengan cermat risiko-risiko terhadap stabilitas makroekonomi dan keuangan, sembari bersiap memberikan dukungan yang diperlukan untuk menopang pemulihan ekonomi," tegas dia.
AMRO menyambut baik upaya otoritas untuk memperdalam pasar keuangan domestik. Pengenalan instrumen kebijakan moneter baru yang memiliki tingkat suku bunga pasar yang kompetitif dan dapat diperdagangkan di pasar sekunder diharapkan dapat berkontribusi pada pasar uang yang lebih dalam dan menarik arus masuk investasi portofolio asing.
Upaya untuk mempromosikan transaksi mata uang lokal akan memfasilitasi perdagangan dan investasi tidak hanya dengan kawasan ASEAN, tetapi juga Jepang dan Tiongkok, dan mengurangi ketergantungan berlebihan pada USD dalam pembiayaan perdagangan.
"Pihak berwenang didorong untuk terus membangun ruang fiskal melalui langkah-langkah peningkatan pendapatan guna memenuhi kebutuhan belanja yang lebih tinggi sambil menjunjung disiplin fiskal. Integrasi nomor identifikasi wajib pajak ke dalam sistem identifikasi nasional dan pembentukan sistem inti perpajakan," jelas dia.
Tim AMRO dipimpin oleh Lead Economist, Sumio Ishikawa. Direktur AMRO, Kouqing Li, dan Kepala Ekonom, Hoe Ee Khor berpartisipasi dalam perumusan kebijakan tersebut. Diskusi terfokus pada risiko dan tantangan yang dihadapi perekonomian Indonesia, serta pilihan kebijakan untuk menjaga stabilitas dan mempertahankan momentum pemulihan.