Ilustrasi infrastruktur telekomunikasi. Dokumentasi/ istimewa
Achmad Zulfikar Fazli • 28 November 2025 17:26
Jakarta: Langkah Pemerintah Kabupaten Badung, Bali, mengakomodasi bisnis tower atau menara telekomunikasi dinilai tepat. Pemerintah darah mampu mengakomodasi bisnis yang kompetititf.
Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengembang Infrastruktur Menara Telekomunikasi (Aspimtel) Rudolf Nainggolan dalam merespons gugatan wanprestasi PT Bali Towerindo Sentra Tbk terhadap Pemkab Badung terkait perjanjian kerja sama pembangungan tower ke Pengadilan Negeri Denpasar.
“Kami sebagai perwakilan Asosiasi Pengembang Menara Telekomunikasi sangat mendukung Pemkab Badung, Bali untuk tetap menjalankan iklim yang terbuka seperti selama ini berlangsung,” kata Rudolf kepada wartawan, Jumat, 28 November 2025.
Rudolf mengaku belum tahu detail gugatan kepada Pemkab Badung. Namun, dia memastikan Pemkab Badung sangat akomodatif terhadap semua perusahaan menara telekomunikasi maupun provider.
“Selama ini Pemkab Badung sangat akomodatif terhadap semua provider dan sudah memberikan kesempatan untuk bekerja sama. Ada yang memiliki kontrak menara, kontrak mini pole ( microcell), atau yang lain,” ujar dia.
Rudolf mengatakan Pemkab Badung sudah menunjukkan iklim yang baik untuk berinvestasi.
“Pemda Badung ( Bali) sudah menunjukkan iklim yang baik untuk berinvestasi di mata investor internasional. Dengan menjalankan transparansi, GCG , antimonopoli secara baik dan benar,” kata dia.
Pemkab Badung digugat oleh PT BT terkait wanprestasi terhadap Surat Perjanjian Nomor 555/2818/DISHUB-BD dan Nomor 018/BADUNG/PKS/2007 yang diteken pada 7 Mei 2007 terkait penyediaan infrastruktur menara telekomunikasi terintegrasi di wilayah Badung.
Gugatan perkara wanprestasi terdaftar di Pengadilan Negeri Denpasar dengan Nomor 1372/Pdt.G/2025/PN Dps. Perkara tersebut sudah mulai sidang dengan agenda mediasi pada 20 Oktober 2025 lalu.
Dalam dokumen Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Denpasar, Pemkab Badung dinilai tidak memenuhi ketentuan perjanjian yang diperoleh provider melalui mekanisme lelang izin pengusahaan. Dalam petitum, penggugat meminta pengadilan menyatakan perjanjian tersebut sah dan mengikat serta menyatakan adanya wanprestasi oleh tergugat.
Pihak provider juga menuntut ganti rugi sebesar Rp3,373 triliun lebih kepada Pemkab Badung. Selain itu, meminta hakim menghukum atau memerintahkan tergugat menandatangani addendum perpanjangan perjanjian hingga 2047, sesuai ketentuan izin pengusahaan pada 2007.
Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Pemkab Badung dengan PT BT dibuat pada 2007 dan berlaku hingga 2027. Dalam PKS tersebut terdapat satu butir pasal yang berbunyi, Pemkab Badung tidak akan menerbitkan izin bagi perusahaan lain untuk membangun menara dengan fungsi sejenis.
Baca Juga:
Proyek Waste to Energy Mulai Dikembangkan di Bali |