Tembakau. Foto: Medcom.id.
Arif Wicaksono • 2 August 2023 14:49
Jakarta: Kebijakan cukai hasil tembakau (CHT) 2023 hingga 2024 menuai banyak sorotan sebagai kebijakan multitahunan yang anyar bagi industri. Salah satu sorotan tersebut datang dari pelaku industri hasil tembakau (IHT) sebagai pihak terdampak, khususnya segmen sigaret kretek tangan (SKT) yang merupakan industri padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja sebagai pelinting.
Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Hananto Wibisono menyoroti kenaikan cukai SKT sebesar lima persen yang berlaku untuk 2023-2024.
"Kami pada prinsipnya mengapresiasi upaya pemerintah memberikan kepastian usaha lewat kebijakan kenaikan cukai dua tahun. Terlebih kenaikan cukai SKT lebih rendah dibandingkan kenaikan cukai rokok buatan mesin," katanya, dilansir dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 2 Agustus 2023.
Namun Hananto mengharapkan adanya perhatian dan perlindungan lebih bagi sektor padat karya yang memiliki serapan tenaga kerja besar. Menurutnya kenaikan lima persen masih tinggi. Idealnya cukai SKT tidak naik sebagai bentuk perlindungan konkret bagi SKT.
"Harap diingat, SKT memiliki peran signifikan sebagai pilar ekonomi masyarakat. Apalagi mengingat 98 persen pekerja SKT ini adalah perempuan dengan keterbatasan pendidikan dan ekonomi, yang merupakan tulang punggung keluarga,” ujar Hananto.
Hananto mengungkap, kebijakan kenaikan CHT berdampak pada biaya dan beban operasional sebuah pabrikan. Tekanan kenaikan cukai akhirnya membuat pabrikan dihadapkan pada pilihan untuk melakukan efisiensi biaya dengan merumahkan sebagian pekerjanya, atau bahkan terancam melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Oleh karena itu, pihaknya berharap pemerintah bisa istiqomah menerapkan kebijakan perlindungan SKT ini.
“Dalam artian tidak ada perubahan di tengah jalan. Sebab, jika di tengah-tengah berubah, artinya pemerintah menunjukkan tidak komitmen dan konsisten terkait kebijakan yang berdampak pada jutaan penghidupan dan menghilangkan kepastian usaha yang diberikan,” kata Hananto.