Transisi Energi di Asia Tenggara Butuh Modal Hingga USD29,4 Triliun

Ilustrasi transisi energi. Foto: Medcom.id

Transisi Energi di Asia Tenggara Butuh Modal Hingga USD29,4 Triliun

Annisa Ayu Artanti • 27 August 2023 07:54

Jakarta: Perjalanan program transisi energi membutuhkan modal yang besar. Hasil proyeksi the International Renewable Energy Agency (IRENA) mengungkapkan dibutuhkan suntikan dana sebesar USD29,4 triliun hingga 2050 untuk transisi energi di wilayah Asia Tenggara.
 
"Menurut Laporan IRENA Renewable Energy Outlook for ASEAN, untuk melaksanakan transisi energi, ASEAN membutuhkan pendanaan sebesar USD29,4 triliun hingga 2050," ujar Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif saat membuka acara Sustainable Energy Financing And Mobilization of Energy Investments To Ensure Energy Security And Achieve NDCs In ASEAN di Bali, dikutip Minggu, 27 Agustus 2023.
 
Kebutuhan dana sebesar itu, menurut Arifin, ditujukan untuk pengembangan pembangkit energi terbarukan, transmisi (nasional dan internasional), distribusi, dan penyimpanan, pasokan biofuel, elektrifikasi seperti mobil EV dan pengisi daya EV, serta dalam mempertimbangkan perspektif biaya yang lebih luas yang mencakup biaya bahan bakar, pengoperasian dan pemeliharaan.
 
"Untuk membiayai langkah-langkah ini, pembiayaan energi berkelanjutan sangat dibutuhkan. Hal ini dapat dicapai melalui berbagai cara, antara lain, pembiayaan campuran yang bentuknya bisa bermacam-macam, seperti hibah, pinjaman lunak dengan persyaratan yang menguntungkan, dan investasi bersama," ucap Arifin.
 
Selain itu, Arifin juge menjelaskan, Kemitraan Pemerintah-Swasta (KPS) dan Pendanaan Internasional dengan mengakses dana iklim internasional, seperti Green Climate Fund juga dapat menyediakan sumber dana tambahan untuk inisiatif energi bersih. 

Baca juga: Indonesia Butuh Rp4.000 Triliun untuk Realisasikan Renewable Energy

Investor memobilisasi investasi energi ramah lingkungan

Di samping itu, Arifin mengungkapkan, selain pendanaan lingkungan yang kondusif bagi investor juga hal yang penting untuk memobilisasi investasi energi ramah lingkungan dan hal ini dapat diciptakan melalui pemberian insentif, kerangka kebijakan yang jelas dan mendukung, termasuk rencana dan peraturan energi jangka panjang dapat membangun kepercayaan investor. Terakhir, prosedur investasi yang transparan.
 
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukkan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Yudo Dwinanda Priaadi menambahkan, untuk melaksanakan transisi diperlukan pendanaan dan investasi dan hal ini menurutnya menjadi tantangan besar yang harus diatasi.
 
"Mendapatkan pendanaan dari negara-negara maju seperti Just Energy Transition Partnerships (JETP), Asia Zero Emission Communities (AZEC), dan Energy Transition Mechanism (ETM) sangatlah penting. Selain itu, pembiayaan ramah lingkungan yang inovatif seperti obligasi ramah lingkungan, perusahaan jasa energi (ESCO), dan skema pembiayaan lainnya didorong untuk dijajaki dan diterapkan," kata Yudo.
 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Annisa Ayu)