Indonesia Butuh Rp4.000 Triliun untuk Realisasikan Renewable Energy

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. FOTO: Kemenkeu

Indonesia Butuh Rp4.000 Triliun untuk Realisasikan Renewable Energy

Angga Bratadharma • 14 July 2023 09:23

Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan salah satu cara Indonesia memenuhi kebutuhan energi tanpa memperburuk atau bahkan mengurangi emisi CO2 adalah dengan renewable energy. Namun untuk mencapai komitmen itu, membutuhkan biaya yang juga tidak murah atau mencapai Rp4.000 triliun hingga 2030.

Maka dalam hal ini, lanjutnya, peranan dari private sektor masyarakat menjadi sangat penting. Guna menjawab tantangan itu, Kementerian Keuangan berkomitmen untuk turut membantu mengembangkan berbagai regulasi, instrumen, dan kebijakan.

"APBN mungkin kontribusinya bahkan mungkin hanya 10 persen. Namun APBN bisa memberikan manfaat melalui berbagai insentif,” ungkapnya, dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 14 Juli 2023.

Dirinya mengimbau kepada masyarakat untuk dapat bekerja bersama-sama mewujudkan pembangunan renewable energy di Indonesia yang begitu besar potensinya guna kepentingan bersama. Ia menekankan Kemenkeu akan terus bekerja sama dengan semua pihak terkait agar mampu menyiapkan seluruh platform.

"Dari mulai regulasi, kebijakan, instrumen, institusi, dan tentu pada akhirnya terwujudkan dalam bentuk keputusan investasi yang menjawab tantangan Indonesia di dalam terus membangun ekonominya, membangun sektor energinya, namun pada saat yang sama terus menurunkan emisi CO2 untuk menghindari bencana climate change,” kata Menkeu

Lebih lanjut, ia menyebut, perubahan iklim saat ini dapat menimbulkan dampak yang luar biasa bagi kehidupan manusia dan keberlanjutan bumi ini. Dalam hal ini termasuk Indonesia juga menghadapi konsekuensi dan risiko yang cukup serius dari dampak perubahan iklim.


"Perubahan iklim menjadi risiko terbesar bagi umat manusia dan juga bagi seluruh negara, terutama bagi negara berpenghasilan rendah dan negara berkembang implikasi dari perubahan iklim ini bahkan lebih signifikan dan merusak," ungkapnya.

Berdasarkan data BMKG, di Indonesia selama hampir 40 tahun terakhir (1981-2018) setiap tahunnya mengalami kenaikan suhu sekitar 0,03 derajat celcius dan kenaikan permukaan air naik 0,8-1,2cm per tahun.

Ia menilai Indonesia sudah merasakan dan akan menghadapi implikasi yang tidak mudah dan tidak murah akibat climate change. Emisi gas rumah kaca Indonesia juga cenderung mengalami kenaikan, di mana setiap tahun menambah 4,3 persen per tahun dihitung sejak 2010.

Meski di satu sisi perubahan iklim memberikan dampak yang menghancurkan tapi di sisi lain Indonesia masih harus terus melakukan pembangunan yang menimbulkan peningkatan konsumsi energi. Artinya, akan ada peningkatan permintaan terhadap energi karena masyarakat yang semakin maju dan sejahtera, sehingga konsumsi energinya makin tinggi.


"Kontradiksinya adalah how we would continue satisfying the ever growing demand dengan supply energy yang tidak memperburuk gas rumah kaca yang setiap tahun meningkat 4,3 persen. Ini sebuah tantangan bagi kita semua. (Selain) pemerintah, pelaku industri dan masyarakat secara bersama sama (perlu turut terlibat mengatasi tantangan itu)" pungkasnya.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Angga Bratadharma)