7 Manfaat Air Rebusan Kayu Manis bagi Kesehatan, Bisa Turunkan Berat Badan lho! Air rebusan kayu manis mempunyai banyak manfaat untuk kesehatan tubuh, foto: pixabay
Whisnu Mardiansyah • 14 October 2025 14:26
Jakarta: Di balik aroma harum yang memenuhi dapur-dapur Indonesia, kayu manis menyimpan kisah epik tentang bagaimana Nusantara menjadi penguasa pasar global. Rempah yang sering kita temui dalam semur atau minuman penghangat ini telah menjelma menjadi primadona ekspor yang menyumbang 40 persen pasokan dunia, melanjutkan tradisi keemasan rempah Nusantara dalam bentuk baru.
Sejarah kayu manis bermula dari peradaban kuno jauh sebelum Masehi. Bukti tertulis menunjukkan kayu manis sudah diperdagangkan ke Mesir Kuno sejak 2000 SM sebagai komoditas mewah yang setara dengan emas. Rempah ini tidak hanya menjadi bumbu masakan, tetapi juga bahan mumifikasi, ritual keagamaan, dan pengobatan tradisional.
Bangsa Romawi dan Yunani turut memuliakan kayu manis dalam kehidupan mereka. Kaisar Romawi Nero konon membakar persediaan kayu manis setahun penuh untuk pemakaman istrinya sebagai simbol kekayaan dan kedalaman duka. Namun, asal-usul rempah ini menjadi misteri yang dijaga ketat oleh para pedagang Arab selama berabad-abad.
Para pedagang Arab menciptakan kisah fantastis untuk menyembunyikan sumber sebenarnya kayu manis. Mereka menyebarkan legenda tentang "burung Cinnamologus" yang membangun sarang dari batang kayu manis di negeri tak terjangkau. Kisah ini sengaja dibuat untuk mengaburkan fakta bahwa kayu manis berasal dari Ceylon (kini Sri Lanka) dan pedalaman Asia Tenggara.
Selama berabad-abad, para pedagang Arab memonopoli rute darat dan laut rempah-rempah. Mereka mengontrol perdagangan kayu manis dari sumbernya hingga sampai ke Eropa melalui Venesia dengan harga yang sangat mahal. Monopoli inilah yang kemudian memicu perlombaan bangsa Eropa mencari sumber rempah langsung.
Baca Juga : 10 Negara Produsen Cokelat Terbesar di Dunia
Dalam perdagangan kayu manis global, terdapat dua jenis utama yang perlu dibedakan. Ceylon Cinnamon (Cinnamomum verum) dianggap sebagai "kayu manis sejati" dengan kulit tipis berlapis-lapis dan aroma halus yang khas. Jenis ini berasal dari Sri Lanka dan menjadi incaran utama bangsa Eropa.
Sementara Cassia (Cinnamomum cassia) berasal dari Tiongkok Selatan dan Burma dengan kulit lebih tebal dan rasa lebih tajam. Jenis inilah yang ternyata banyak tumbuh secara alami di Nusantara, khususnya spesies Cinnamomum burmannii yang dikenal sebagai Kayu Manis Korintji.
Ketertarikan Eropa akan kayu manis mencapai puncaknya pada abad ke-15 dan 16. Kekuatan maritim Eropa seperti Portugis, Spanyol, Belanda, dan Inggris berlomba mencari sumber rempah-rempah langsung ke Timur. Perlombaan ini menandai dimulainya zman eksplorasi yang mengubah peta dunia.
Pada 1518, bangsa Portugis berhasil mencapai dan menaklukkan Kerajaan Kotte di Ceylon. Kemenangan ini memberikan mereka kendali langsung atas produksi Ceylon Cinnamon untuk pertama kalinya. Namun, kekuasaan Portugis tidak bertahan lama menghadapi persaingan dengan bangsa Eropa lainnya.
Belanda memasuki persaingan melalui Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) dengan strategi yang lebih agresif. Pada pertengahan abad ke-17, mereka berhasil mengusir Portugis dari Ceylon tahun 1658 dan memegang monopoli ketat atas Ceylon Cinnamon. Tidak berhenti di sana, Belanda memperluas pengaruhnya di Nusantara.
Melihat potensi besar Nusantara, Belanda mulai mengembangkan budidaya kayu manis secara sistematis. Pada abad ke-19, mereka memperkenalkan dan mengembangkan budidaya kayu manis (Cinnamomum burmannii) di wilayah-wilayah seperti Sumatra khususnya daerah Kerinci, dan Jawa Barat. Jenis yang kemudian dikenal sebagai "Korintji" atau "Cassia Vera" ini menjadi salah yang terbaik di dunia.
Sejarah kayu manis di Indonesia memiliki dua lapisan warisan yang saling terkait. Lapisan pertama adalah prasasti biologis berupa keberadaan kayu manis asli Nusantara (Cinnamomum burmannii) yang telah ada secara alami selama ribuan tahun. Jenis ini menjadi bagian dari flora lokal dan digunakan dalam pengobatan tradisional serta bumbu masakan.
Lapisan kedua adalah intervensi kolonial melalui pengembangan budidaya massal oleh Belanda. Meski dimulai untuk kepentingan ekonomi global, budidaya ini justru mengakar kuat dan menjadi komoditas unggulan Indonesia pasca-kemerdekaan. Warisan sistem perkebunan Belanda menjadi fondasi yang kuat bagi pengembangan kayu manis modern.
Setelah kemerdekaan Indonesia, kayu manis terus dibudidayakan dengan semangat baru. Pemerintah dan petani secara giat memperluas areal tanam dan meningkatkan produktivitas melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi. Pusat-pusat produksi seperti Kerinci di Jambi, Tawangmangu di Jawa Tengah, serta daerah-daerah di Jambi dan Bengkulu, berkembang menjadi sentra kayu manis utama.
Keunggulan kompetitif kayu manis Indonesia mulai menunjukkan hasil yang signifikan. Dengan aroma yang kuat, kadar minyak atsiri yang tinggi, dan harga yang kompetitif, produk Indonesia perlahan merebut hati pasar global. Faktor kunci lainnya adalah volume produksi yang konsisten dan kemampuan memenuhi permintaan dalam skala besar.
Indonesia kini menjelma menjadi salah satu produsen dan eksportir kayu manis terbesar di dunia. Dengan produksi mencapai 35.000 hingga 40.000 metrik ton per tahun, Indonesia berkontribusi menyumbang sekitar 40 persen pasokan kayu manis global. Pencapaian ini menegaskan posisi Indonesia sebagai raja kayu manis dunia modern.
Kayu manis Indonesia banyak diekspor ke Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Rempah ini tidak hanya digunakan sebagai bumbu masakan, tetapi juga diolah menjadi bahan kosmetik, farmasi, dan produk kesehatan. Transformasi ini menunjukkan nilai tambah yang terus berkembang dari komoditas tradisional.
Di kancah global, Indonesia bersaing ketat dengan produsen kayu manis lainnya seperti Tiongkok dan Vietnam. Kawasan Asia dengan iklim tropisnya memang menjadi tempat ideal untuk budidaya rempah-rempah ini. Namun, setiap negara memiliki keunikan dan keunggulan komparatif masing-masing.
Sebagian besar kayu manis Indonesia dihasilkan di Pulau Sumatra dan Jawa. Daerah-daerah dengan iklim tropis suhu 20-27°C dan ketinggian 500 hingga 1.000 mdpl menjadi lokasi ideal untuk pertumbuhan kayu manis. Kondisi geografis ini mendukung produktivitas tanaman sepanjang tahun.
Jenis kayu manis utama yang dihasilkan Indonesia adalah varietas cassia (Cinnamomum burmannii). Jenis ini terkenal dengan aroma kuat dan kandungan minyak atsiri yang tinggi, membuatnya sangat cocok untuk berbagai keperluan. Dari pelengkap masakan, pembuatan kue, hingga bahan obat-obatan tradisional, kayu manis Indonesia memiliki segudang manfaat.
Dalam dunia kuliner modern, kayu manis Indonesia telah menemukan tempatnya yang istimewa. Baik dalam masakan tradisional seperti semur dan kolak, maupun kreasi modern seperti cinnamon roll dan minuman kekinian, kayu manis tetap menjadi primadona. Adaptasi ini menunjukkan kelenturan kayu manis dalam mengikuti perkembangan zaman.
Transformasi kayu manis dari komoditas ekonomi menjadi warisan budaya merupakan fenomena menarik. Rempah yang dulu memicu pelayaran legendaris dan perebutan kekuasaan, kini melebur menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas kuliner Indonesia. Aroma kayu manis telah menjadi aroma keseharian yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini.
Warisan kayu manis Indonesia terus ditulis dengan tinta emas. Melalui inovasi dan peningkatan kualitas, Indonesia tidak hanya menjaga tradisi, tetapi juga membuka babak baru dalam sejarah rempah dunia. Kayu manis Indonesia telah membuktikan bahwa warisan alam Nusantara tetap relevan dan bersaing di era modern.
*Pengerjaan artikel berita ini melibatkan peran kecerdasan buatan (artificial intelligence) dengan kontrol penuh tim redaksi.