BI Enggan Ubah Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia Meski Ada Perang Iran-Israel

Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Pengumuman Hasil RDG Bulanan Periode Juni 2025. Foto: Tangkapan layar YouTube Bank Indonesia.

BI Enggan Ubah Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia Meski Ada Perang Iran-Israel

Husen Miftahudin • 18 June 2025 15:30

Jakarta: Bank Indonesia (BI) enggan merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia untuk tahun ini, meski ketidakpastian perekonomian global tetap tinggi akibat dinamika negosiasi tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) dan perang antara Iran dengan Israel.
 
"Prospek pertumbuhan ekonomi dunia 2025 tetap sebesar 3,0 persen," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan Periode Juni 2025 di Jakarta, Rabu, 18 Juni 2025.
 
Perry mengakui, berbagai indikator menunjukkan kebijakan tarif AS berdampak pada melambatnya ekonomi dunia. Pertumbuhan ekonomi di negara maju yakni AS, Eropa, dan Jepang dalam tren menurun di tengah ditempuhnya kebijakan fiskal ekspansif dan pelonggaran kebijakan moneter di negara tersebut.
 
"Ekonomi Tiongkok pun melambat akibat menurunnya ekspor terutama ke AS di tengah perlambatan permintaan domestiknya, sedangkan ekonomi India diprakirakan tumbuh baik terutama didorong oleh masih kuatnya investasi," papar dia.
 
Sementara itu, tekanan inflasi AS menurun sejalan dengan ekonomi yang melambat, meskipun terjadi kenaikan inflasi pada kelompok barang akibat kebijakan tarif, sehingga memperkuat ekspektasi terhadap arah penurunan Fed Funds Rate (FFR) ke depan.
 

Baca juga: Awas! Perang Bisa Picu Resesi Global


(Israel menyerang area sekitar gedung Kementerian Luar Negeri Iran di Teheran. Foto: Anadolu Agency)
 

Aset safe haven diburu

 
Di pasar keuangan global, pergeseran aliran modal dari AS ke aset yang dianggap aman (safe haven) dan juga ke aset keuangan emerging markets terus terjadi. Perkembangan ini mendorong berlanjutnya pelemahan indeks mata uang dolar AS terhadap mata uang negara maju (DXY) dan negara berkembang (ADXY).
 
Ke depan, kata Perry, ketidakpastian perekonomian global diprakirakan masih akan tetap tinggi akibat masih berlangsungnya negosiasi tarif antara AS dan sejumlah negara, serta eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
 
"Kondisi ini memerlukan kewaspadaan dan penguatan respons serta koordinasi kebijakan untuk menjaga ketahanan eksternal, menjaga stabilitas, dan mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri," tegas Perry.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)