Situasi SMA Mekarwangi di Lembang, Bandung Barat sepi pendaftar tahun ajaran 2025-2026
Media Indonesia • 10 July 2025 20:09
Lembang: Sekolah swasta di Lembang, Bandung Barat, tidak setuju dengan langkah Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang mengizikan sekolah negeri menerima 50 rombongan belajar (rombel). Pasalnya, kebijakan itu mengancam keberlangsungan sekolah swasta karena minimnya peminat pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ajaran 2025-2026.
Salah satunya, SMA Mekarwangi di Lembang. Hingga kini, sekolah tersebut baru menerima 10 pendaftar. Minimnya pendaftaran siswa baru ini telah dirasakan sejak pemberlakuan sistem zonasi.
"Terus terang sejak diberlakukan zonasi, jumlah pendaftar terus menurun. Sekarang lebih parah pascakeluar kebijakan gubernur," kata Ketua Yayasan Mekarwangi Lembang, Ayi Enoh saat ditemui, Kamis, 10 Juli 2025.
Dia menerangkan total peserta didik SMA Mekarwangi hanya 67 orang, ditambah calon siswa tahun ini yang mendaftar. Padahal pihaknya sudah gencar promosi hingga menggratiskan siswa dari kalangan tidak mampu.
"Sekolah kami sudah akreditasi A, pendaftaran dipermudah, iuran bulanan murah, bahkan kita juga gratiskan siswa tidak mampu," beber dia.
Ia mengaku kebijakan Dedi Mulyadi juga turut dirasakan para guru yang mengajar. Para guru terancam menganggur jika kondisi ini terus dibiarkan.
"Jumlah guru dengan tenaga pengajar SMP ada 20 orangan, beberapa guru nanti dari mana yayasan mau menggaji. Ya kalau begini, sekolah juga terancam bangkrut," ucap dia.
Kondisi serupa juga dirasakan pengelola SMK Taruna Lembang. Jumlah calon siswa yang mendaftar masih di bawah 15 orang.
"Tahun ini pendaftarnya sangat minim, baru 10 orang kalau enggak salah. Kami juga punya keterbatasan sarana karena sejak berdiri, belum pernah menerima bantuan pembangunan atau rehabilitasi gedung dari pemerintah," kata Ketua Yayasan Al Musyawarah, Undang Abdurahman.
Undang menambahkan, saat ini sekolah swasta harus bersaing dengan banyaknya sekolah swasta baru yang memiliki jurusan lebih banyak dan variatif sesuai keinginan siswa. Ia menilai, fenomena ini adalah dampak dari tidak adanya kebijakan zonasi atau distribusi siswa untuk sekolah swasta.
"Kalau tidak ada keberpihakan pemerintah, maka sekolah-sekolah seperti kami hanya tinggal menunggu waktu untuk gulung tikar. Ini bukan hanya soal sekolah, tapi juga soal hak anak untuk mendapat pendidikan yang merata dan adil," jelasnya. (MI/DG)