Ilustrasi, beras tidak sesuai standar dan mutu. Foto: dok Metrotvnews.com/Aditya Mahatva Yodha.
Naufal Zuhdi • 28 June 2025 13:15
Jakarta: Kementerian Pertanian (Kementan) baru saja melaksanakan investigasi yang mengevaluasi mutu dan harga beras yang beredar di pasaran. Temuan ini menunjukkan adanya potensi kerugian besar bagi konsumen, dengan total kerugian yang bisa mencapai hingga Rp99,35 triliun per tahun.
Kementan menemukan mayoritas beras yang dijual di pasaran baik dalam kategori premium maupun medium, menunjukkan tidak sesuai volume, tidak sesuai harga eceran tertinggi (HET), tidak teregistrasi Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT), dan tidak memenuhi standar mutu yang ditetapkan Permentan No.31 Tahun 2017.
"Kami mencoba mengecek, bersama Satgas Pangan, Badan Pangan Nasional, dari Kepolisian, dari Kejaksaan, kita turun ke lapangan, apa yang terjadi. Ada anomali yang kita baca, harga di tingkat penggilingan turun, tetapi di konsumen naik. Kami mengecek di 10 provinsi mulai mutu, kualitas, beratnya ternyata ada yang tidak pas termasuk HET," ungkap Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman dikutip dari keterangan pers yang diterima, Sabtu, 28 Juni 2025.
Investigasi tersebut, sambung Amran, telah dilakukan pada 6-23 Juni 2025 yang mencakup 268 sampel beras dari 212 merek yang tersebar di 10 provinsi. Sampel ini melibatkan dua kategori beras, yaitu premium dan medium dengan fokus utama pada parameter mutu, seperti kadar air, persentase beras kepala, butir patah, dan derajat sosoh.
Berdasarkan hasil investigasi, ditemukan 85,56 persen beras premium yang diuji tidak sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan. Lebih parahnya lagi, 59,78 persen beras premium tersebut juga tercatat melebihi HET, sementara 21,66 persen lainnya memiliki berat riil yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tertera pada kemasan.
Sedangkan untuk beras medium, 88,24 persen dari total sampel yang diuji tidak memenuhi standar mutu SNI. Selain itu, 95,12 persen beras medium ditemukan dijual dengan harga yang melebihi HET, dan 9,38 persen memiliki selisih berat yang lebih rendah dari informasi yang tercantum pada kemasan.
"Ini kita lihat ketidaksesuaian mutu beras premium 85,56 persen, kemudian ketidaksesuaian HET 59,78 persen, kemudian beratnya (yang tidak sesuai) 21,66 persen. Kita gunakan 13 lab seluruh Indonesia, karena kita tidak ingin salah karena ini sangat sensitif," jelas Amran.
Baca juga: Mentan Temukan Praktik Culas Pengusaha Beras, Konsumen Rugi Rp99 Triliun |