Anggota Komisi IX DPR Sihar Sitorus. Foto: Istimewa.
Anggi Tondi Martaon • 13 February 2025 10:54
Jakarta: Implementasi kelas rawat inap standar (KRIS) rumah sakit (RS) milik pemerintah daerah (pemda) disorot. Sebab, penerapan KRIS di RS pemda lebih rendah daripada fasilitas kesehatan yang dikelola pihak swasta.
Sorotan itu disampaikan anggota Komisi IX DPR Sihar P. H. Sitorus saat rapat kerja (raker) bersama Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), BPJS Kesehatan, dan Dewan Pengawas (Dewas) BPJS Kesehatan.
“Pemerintah memiliki otoritas dan anggaran yang cukup, namun mengapa RSUD justru tertinggal dalam penerapan KRIS?" kata Sihar melalui keterangan tertulis, Kamis, 13 Februari 2025.
Sihar mempertanyakan alasan penerapan KRIS di RS pemda lebih rendah daripada swasta. Pasalnya, fasilitas kesehatan pelat merah itu ditopang anggaran dan regulasi.
“Mengapa RSUD justru tertinggal dalam penerapan KRIS? Apakah terdapat hambatan struktural, atau justru rumah sakit swasta melihat ini sebagai peluang bisnis yang lebih cepat untuk diadaptasi? Bahkan, bisa jadi ada tekanan tertentu untuk mempercepat implementasi di sektor swasta. Kalau kata Queen, ini seperti ‘Under Pressure’,” ungkap dia.
Selain KRIS, Sihar menyoroti perubahan klasifikasi RS dari sistem berbasis jumlah kamar (kelas A, B, C) menjadi kompetensi layanan. Menurut dia, hal itu berdampak besar pada investasi RS , biaya operasional, serta akses masyarakat terhadap layanan kesehatan.
“Perubahan dari kuantitas ke kualitas tentu memiliki konsekuensi besar. Pergeseran investasi di rumah sakit dapat berdampak pada meningkatnya biaya layanan kesehatan. Sementara pemerintah ingin meningkatkan kualitas layanan, masyarakat tetap membutuhkan akses yang luas terhadap fasilitas kesehatan,” sebut dia.
Sihar menegaskan komitmennya untuk mengawal kebijakan KRIS dan perubahan klasifikasi rumah sakit. Sehingga, kebijakan yang diambil bisa memberikan manfaat nyata bagi masyarakat luas.
“Kami di Komisi IX DPR RI akan terus memastikan bahwa kebijakan kesehatan nasional tidak hanya berfokus pada peningkatan standar layanan, tetapi juga tetap menjaga keseimbangan agar akses kesehatan tetap adil dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia,” ujar dia.