Presiden AS Donald Trump desak ganti rugi ke Ukraina. Foto: The White House
Fajar Nugraha • 19 February 2025 12:21
Washington: Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menuntut Ukraina membayar kompensasi sebesar USD500 miliar AS atau sekitar Rp8.181 triliun sebagai imbalan atas dukungan yang telah diberikan Washington selama perang melawan Rusia.
Permintaan ini dilaporkan oleh The Telegraph pada 17 Februari, menambah tekanan terhadap Ukraina yang kini memasuki tahun ketiga konflik sejak invasi Rusia pada Februari 2022.
Tuntutan tersebut muncul di tengah upaya negosiasi damai antara AS dan Rusia yang dimulai pada 18 Februari di Riyadh, Arab Saudi. Negosiasi tingkat tinggi ini berlangsung hanya enam hari setelah percakapan telepon antara Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin pada 12 Februari, di mana keduanya sepakat untuk "segera memulai perundingan guna mengakhiri perang."
Namun, Ukraina tidak dilibatkan dalam pembicaraan awal ini, yang semakin memperkecil kemungkinan terpenuhinya tuntutan Kyiv, termasuk keanggotaan NATO dan pemulihan wilayah yang diduduki Rusia. Moskow tetap bersikeras menolak Ukraina bergabung dengan NATO dan tidak bersedia mengembalikan wilayah Donbass serta Semenanjung Krimea, yang telah dianeksasi sejak 2014.
Melansir dari Donga, Rabu 19 Februari 2025, permintaan Trump terhadap Ukraina jauh melebihi kompensasi yang pernah diberlakukan dalam Perjanjian Versailles terhadap Jerman setelah Perang Dunia I.
Jika dibandingkan dengan produk domestik bruto (PDB) Ukraina pada 2023 yang hanya mencapai USD178,8 miliar, maka jumlah yang diminta Trump setara dengan hampir 2,8 kali lipat PDB negara tersebut. Sebagai perbandingan, reparasi Versailles kala itu hanya sekitar 1,3 kali lipat PDB Jerman.
Di sisi lain, permintaan Trump menambah ketidakpastian di Eropa. The Washington Post melaporkan bahwa negara-negara besar Eropa khawatir dikesampingkan dari pembicaraan damai, sebagaimana yang terjadi pada Ukraina.
Sebagai respons, beberapa negara mempertimbangkan pembentukan pasukan multinasional dan kemungkinan pengerahan hingga 30.000 tentara ke Ukraina. Prancis dan Inggris dilaporkan mendorong opsi keterlibatan militer lebih jauh, sementara Jerman, yang tengah menghadapi kesulitan ekonomi, tampak enggan mengambil langkah serupa.
Pada pertemuan puncak di Paris pada 17 Februari, para pemimpin Eropa menyatakan kesiapan mereka untuk memberikan jaminan keamanan kepada Ukraina, meski masih bergantung pada sejauh mana dukungan dari AS.
Sementara itu, pemerintah Ukraina belum memberikan tanggapan resmi terkait tuntutan finansial dari Trump, namun para pengamat menilai bahwa permintaan tersebut akan semakin menyulitkan Kyiv di tengah upayanya mencari dukungan internasional untuk mempertahankan kedaulatan dan keamanannya.
(Muhammad Reyhansyah)