Ilustrasi aset kripto. Foto: Freepik.
Husen Miftahudin • 5 October 2025 20:07
Jakarta: Diskursus mengenai masa depan aset kripto di Indonesia kembali mencuat seiring dengan pembahasan Revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Salah satu isu penting yang tengah mengemuka adalah potensi kripto untuk berkembang bukan hanya sebagai instrumen investasi, tetapi juga sebagai alat pembayaran layaknya mata uang rupiah.
Asosiasi Blockchain dan Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo-ABI) menyampaikan usulan agar revisi UU P2SK dapat memberikan ruang lebih luas bagi inovasi kripto, termasuk harmonisasi dengan sektor keuangan tradisional seperti perbankan dan sistem pembayaran.
Menurut Wakil Ketua Umum Aspakrindo-ABI Yudhono Rawis, mekanisme serupa sudah diterapkan di Amerika Serikat (AS), di mana stablecoin mulai diakui untuk transaksi pembayaran sehari-hari.
"Rekomendasi kami terkait inovasi, terutama untuk alat pembayaran. Pembayaran masih diatur di Bank Indonesia, sedangkan exchange dan blockchain di OJK. Harapan kami dengan harmonisasi antarinstitusi, kripto bisa berkembang dari instrumen investasi menjadi pembayaran," ujar Yudho dalam rapat Panja Revisi UU P2SK dengan Komisi XI DPR RI, dikutip dari keterangan tertulis, Minggu, 5 Oktober 2025.
Dorong digitalisasi keuangan nasional
CEO Tokocrypto Calvin Kizana menyambut positif usulan tersebut dengan menekankan pentingnya kerangka regulasi yang progresif dan adaptif. Menurut dia, regulasi yang jelas dan harmonis bukan hanya memberi kepastian bagi pelaku industri, tetapi juga mampu membuka jalan bagi adopsi kripto yang lebih luas di masyarakat.
Calvin menilai inisiatif asosiasi untuk mendorong kripto sebagai instrumen pembayaran adalah momentum penting bagi Indonesia agar tidak tertinggal dari negara lain. Jika diarahkan dengan tepat, kripto bisa menjadi katalis bagi percepatan
digitalisasi keuangan nasional, sekaligus
menguatkan daya saing industri teknologi finansial di tingkat global.
Lebih jauh, ia menekankan inovasi tidak harus menunggu perubahan regulasi yang besar. Calvin menambahkan selain rencana jangka panjang seperti perluasan fungsi kripto, pemerintah juga dapat mengambil langkah inovatif dalam jangka pendek untuk memperkuat ekosistem.
Dalam jangka pendek, sejumlah langkah strategis dapat segera dilakukan, antara lain pemberian insentif pajak, percepatan proses listing token baru, serta dukungan terhadap pengembangan produk inovatif seperti Staking dan instrumen derivatif yang dirancang lebih sesuai dengan kerangka regulasi sekaligus
agile mengikuti dinamika industri dapat memberikan stimulus signifikan bagi pertumbuhan ekosistem kripto.
"Beberapa hal yang bisa dipertimbangkan misalnya pemberian insentif pajak yang lebih ringan, percepatan proses listing token-token baru, hingga dukungan untuk produk inovatif seperti Staking dan Futures. Langkah-langkah tersebut bisa menstimulasi pertumbuhan pasar kripto secara lebih
cepat," jelas dia.
(Ilustrasi pergerakan harga aset kripto. Foto: dok KBI)
Konsolidasi antarotoritas bangun kerangka regulasi seimbang
Meski potensi kripto sebagai instrumen pembayaran terbuka lebar, sejumlah tantangan tetap harus diatasi. Salah satunya adalah maraknya
exchange ilegal yang masih beroperasi dan mengambil porsi besar dari transaksi pengguna Indonesia. Selain itu, regulasi perpajakan juga perlu
disesuaikan agar lebih mencerminkan karakteristik pasar kripto yang
borderless.
Calvin menilai, konsolidasi antarotoritas seperti OJK, Bank Indonesia, dan Direktorat Jenderal Pajak menjadi kunci dalam membangun kerangka regulasi yang seimbang, antara perlindungan konsumen, stabilitas sistem keuangan, dan ruang inovasi.
Ia juga menekankan, aset kripto telah memberikan kontribusi nyata bagi negara. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu), penerimaan pajak kripto hingga 31 Agustus 2025 mencapai Rp1,61 triliun, atau hampir empat persen dari total penerimaan pajak ekonomi digital sebesar Rp41,09 triliun.
"Potensi kripto sebagai instrumen pembayaran di Indonesia tidak hanya bergantung pada kesiapan teknologi, tetapi juga pada keberanian regulasi untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman," tutur dia.
"Dengan dukungan kebijakan yang tepat, kripto dapat berevolusi dari sekadar instrumen investasi menjadi bagian penting dalam sistem pembayaran digital nasional, memperluas inklusi keuangan, sekaligus memperkuat posisi Indonesia di peta ekonomi digital global," tambah Calvin.