Pasukan Ukraina terus lakukan perlawanan terhadap Rusia. Foto: Anadolu
Moskow: Rusia menuntut adanya jaminan keamanan ‘mutlak’ dalam setiap perjanjian damai dengan Ukraina. Syarat lainnya termasuk penolakan dari negara-negara NATO untuk menerima Kyiv sebagai anggota dan komitmen bahwa Ukraina akan tetap berstatus netral.
Pernyataan ini disampaikan oleh Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Alexander Grushko, dalam wawancaranya dengan media Rusia, Izvestia, yang diterbitkan pada Senin 17 Maret 2023.
"Kami akan menuntut agar jaminan keamanan mutlak menjadi bagian dari perjanjian ini," ujar Grushko, menegaskan bahwa salah satu poin utama yang diminta Moskow adalah status netral Ukraina dan larangan bagi negara-negara NATO untuk memasukkan Kyiv ke dalam aliansi tersebut.
Pernyataan ini disampaikan di tengah upaya Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang berusaha mendapatkan dukungan Presiden Rusia, Vladimir Putin, atas usulan gencatan senjata selama 30 hari yang telah disetujui Ukraina pekan lalu.
Menurut Utusan Khusus AS, Steve Witkoff, Trump dijadwalkan berbicara langsung dengan Putin dalam pekan ini untuk membahas langkah konkret dalam mengakhiri perang yang telah berlangsung selama tiga tahun di Ukraina.
Rusia tolak kehadiran pasukan NATO di Ukraina
Grushko juga menegaskan kembali sikap tegas Kremlin yang menolak keras segala bentuk kehadiran pasukan pengamat NATO di wilayah Ukraina. Pernyataan ini merespons kesiapan Inggris dan Prancis yang menyatakan kesediaan mereka mengirim pasukan penjaga perdamaian untuk memantau gencatan senjata di Ukraina. Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, juga menyatakan bahwa negaranya terbuka terhadap permintaan tersebut.
"Tidak peduli dalam bentuk apapun pasukan NATO dikerahkan di wilayah Ukraina, apakah atas nama Uni Eropa, NATO, atau kapasitas nasional kehadiran mereka di zona konflik berarti mereka menjadi pihak yang terlibat langsung dalam konflik ini, dengan segala konsekuensinya," tegas Grushko, seperti dikutip
Channel News Asia, Senin 17 Maret 2025.
Meski demikian, Rusia membuka kemungkinan adanya misi sipil yang tidak bersenjata untuk memantau implementasi perjanjian damai, namun hanya setelah kesepakatan tersebut benar-benar tercapai.
"Kita dapat berbicara mengenai pengamat tak bersenjata atau misi sipil yang memantau implementasi aspek-aspek tertentu dari perjanjian ini atau sebagai bagian dari mekanisme jaminan. Namun, selama belum ada kesepakatan nyata, semua pembicaraan ini hanyalah angin lalu," ujar Grushko.
Netralitas Ukraina jadi kunci
Grushko menegaskan bahwa negara-negara sekutu Ukraina di Eropa harus memahami bahwa satu-satunya cara untuk menjamin keamanan Ukraina dan stabilitas kawasan adalah dengan mengecualikan Ukraina dari keanggotaan NATO serta melarang pengerahan pasukan militer asing di wilayahnya.
"Hanya dengan demikian keamanan Ukraina dan kawasan secara lebih luas dapat dijamin, karena salah satu akar penyebab konflik akan dihilangkan," tandasnya.
Sementara itu, Presiden Prancis, Emmanuel Macron, menegaskan bahwa keputusan mengenai penempatan pasukan penjaga perdamaian di Ukraina sepenuhnya berada di tangan Kyiv, bukan Moskow.
Ketegangan antara Rusia dan Barat semakin meningkat seiring dengan terus berlangsungnya konflik di Ukraina, dimana Moskow bersikeras bahwa langkah NATO memperluas pengaruhnya di kawasan merupakan ancaman langsung terhadap keamanan nasional Rusia.
(Muhammad Reyhansyah)