Empat Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) diberi sanksi oleh AS Foto: Anadolu
Fajar Nugraha • 6 June 2025 08:02
Washington: Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi kepada empat hakim dari pengadilan pidana internasional (ICC). Sanksi dijatuhkan atas apa yang disebutnya sebagai ‘tindakan tidak sah’ yang menargetkan Amerika Serikat dan Israel.
Menteri Luar Negeri, Marco Rubio, mengumumkan sanksi tersebut dalam sebuah pernyataan pada Kamis 5 Juni 2025. Sanksi tersebut menargetkan Solomy Balungi Bossa dari Uganda, Luz del Carmen Ibáñez Carranza dari Peru, Reine Adelaide Sophie Alapini-Gansou dari Benin, dan Beti Hohler dari Slovenia.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump memerintahkan pejabat kabinet untuk menyusun sanksi terhadap ICC setelah pengadilan mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk perdana menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan mantan menteri pertahanan Yoav Gallant. Mereka dituduh mengawasi serangan Israel selama konflik Gaza yang menyebabkan kelaparan dan termasuk melakukan kejahatan perang.
Dua hakim yang dijatuhi sanksi mengesahkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan Gallant, dan dua lainnya mengesahkan penyelidikan ICC atas pelanggaran yang dilakukan oleh personel AS di Afghanistan.
“Sebagai hakim ICC, keempat orang ini secara aktif terlibat dalam tindakan ICC yang tidak sah dan tidak berdasar yang menargetkan Amerika atau sekutu dekat kita, Israel,” kata Rubio, seperti dikutip Guardian, Jumat 6 Juni 2025.
“ICC dipolitisasi dan secara keliru mengklaim kewenangan penuh untuk menyelidiki, mendakwa, dan mengadili warga negara Amerika Serikat dan sekutu kita. Pernyataan dan penyalahgunaan kekuasaan yang berbahaya ini melanggar kedaulatan dan keamanan nasional Amerika Serikat dan sekutu kita, termasuk Israel,” ujar Rubio
Keputusan untuk melanjutkan sanksi akan meningkatkan perseteruan Trump dengan pengadilan dan organisasi internasional lainnya, yang secara luas telah ia anggap sebagai sesuatu yang dipolitisasi.
AS telah memberikan sanksi kepada kepala jaksa ICC, Karim Khan, karena perannya dalam mengejar surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan Gallant. Sanksi tersebut telah menyebabkan Khan kehilangan akses ke emailnya dan rekening banknya telah dibekukan. Adapun warga Amerika yang bekerja untuk pengadilan yang berpusat di Den Haag telah diperingatkan bahwa mereka dapat ditangkap jika mereka menginjakkan kaki di tanah Amerika.
Dalam sebuah pernyataan, ICC mengatakan bahwa mereka "menyesalkan" penunjukan baru untuk sanksi tersebut.
"Langkah-langkah ini merupakan upaya yang jelas untuk melemahkan independensi lembaga peradilan internasional yang beroperasi di bawah mandat dari 125 negara pihak dari seluruh penjuru dunia," kata ICC.
"Menargetkan mereka yang bekerja untuk akuntabilitas tidak akan membantu warga sipil yang terjebak dalam konflik," lanjut pernyataan itu.
"Itu hanya akan memberanikan mereka yang percaya bahwa mereka dapat bertindak tanpa hukuman. Sanksi ini tidak hanya ditujukan pada individu yang ditunjuk, tetapi juga menargetkan semua orang yang mendukung pengadilan, termasuk warga negara dan badan hukum negara pihak. Sanksi ini ditujukan terhadap korban yang tidak bersalah dalam semua situasi di depan pengadilan, serta supremasi hukum, perdamaian, keamanan, dan pencegahan kejahatan paling serius yang mengguncang hati nurani manusia,” tegas pernyataan ICC.
Sementara Danya Chaikel, perwakilan Federasi Internasional untuk Hak Asasi Manusia di ICC, mengatakan jenis sanksi yang dijatuhkan oleh pemerintahan Trump pada awalnya dirancang untuk "mengganggu jaringan teroris seperti ISIS, penyelundup senjata, dan pelanggar hak asasi manusia, bukan lembaga peradilan internasional."
"Menggunakan sanksi terhadap pejabat ICC merupakan penyalahgunaan kekuasaan eksekutif yang berbahaya dan mendistorsi tujuan mereka. Sanksi ini mengirimkan pesan yang mengerikan bahwa menegakkan akuntabilitas atas kekejaman massal dapat membuat Anda dihukum, sementara diduga melakukan kejahatan internasional dapat membuat Anda dilindungi,” tutur Chaikel.
James Goldston, direktur eksekutif inisiatif keadilan Open Society dan mantan jaksa ICC, mengatakan: "Sebagai pengadilan pilihan terakhir, ICC adalah satu-satunya tempat bagi para korban kejahatan paling serius untuk mencari kebenaran dan keadilan ketika jalan lain telah gagal dalam pencarian mereka untuk kebenaran dan keadilan. Penunjukan baru hakim ICC ini mengancam harapan mereka dan membuat para pelaku menjadi berani”.
“Sanksi terhadap pejabat ICC merupakan pengkhianatan terhadap komitmen Amerika yang membanggakan terhadap supremasi hukum dan keadilan internasional,” pungkas Goldston.