Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Djoko Siswanto. MI/Insi Nantika Jelita
Insi Nantika Jelita • 22 July 2025 14:18
Jakarta: Kinerja sektor hulu migas Indonesia hingga semester I 2025 menunjukkan pencapaian positif. Total realisasi produksi siap jual atau lifting minyak dan gas (migas) hingga 30 Juni 2025 sebesar 1.557,1 ribu barel setara minyak per hari (mboepd). Angka ini 96,7 persen dari target anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2025.
"Dengan tren kenaikan yang konsisten, SKK Migas optimistis target tahunan sebesar 1.610 MBOEPD akan tercapai sepenuhnya pada akhir 2025," ujar Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Djoko Siswanto dalam konferensi pers dikutip di Jakarta, Selasa, 22 Juli 2025.
Secara rinci SKK Migas mencatat, produksi minyak pada semester I 2025 mencapai 579,3 ribu barel per hari (mbopd) atau 95,8 persen dari target. Diproyeksikan produksi minyak mencapai 605 mbopd pada akhir tahun, sesuai dengan target tahunan. Sementara itu, lifting minyak berada pada angka 578 mbopd atau 95,5 persen dari target semester.
Djoko menjelaskan tren produksi minyak menunjukkan perbaikan sejak Juli, dengan kenaikan harian rata-rata mencapai 100–100 barel. SKK Migas menargetkan realisasi lifting minyak bisa mencapai 100 persen pada Desember 2025.
"Salah satu kontribusi signifikan datang dari lapangan Banyu Urip, Jawa Timur," ucapnya.
Untuk merealisasikan tersebut, langkah strategis dilakukan melalui penerbitan Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025 tentang Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja yang ditujukan untuk mendorong percepatan produksi dan menstimulus proyek migas agar segera on-stream mulai bulan depan.
Baca juga:
PGN Percepat Penguatan Infrastruktur Gas, Jawab Tantangan Distribusi dan Akses Energi Nasional |
Untuk kinerja gas bumi, lanjut Djoko, telah melampaui target. Produksi gas semester I 2025 tercatat sebesar 6.820 juta kaki kubik per hari (mmscfd) atau 121,1 persen dari target semesteran. Outlook tahunan diperkirakan naik menjadi 6.910 mmscfd atau 122,7 persen dari target tahunan.
Namun demikian, penyaluran gas ke konsumen berada di angka 5.483 mmscfd, atau 97,4 persen dari target semester dan diproyeksikan akan sesuai target tahunan yaitu 5.628 mmscfd. Perbedaan antara produksi dan salur gas dijelaskan oleh beberapa faktor, seperti konsumsi gas untuk penyusutan (fuel gas), pembakaran (flaring), serta kandungan impuritas seperti CO2 dan H2S yang tidak dapat disalurkan.
Kepala SKK Migas menerangkan perbedaan antara angka produksi dan lifting juga terjadi karena pola penyaluran migas tidak bersifat harian. Minyak hasil produksi seringkali ditampung terlebih dahulu dalam tangki, baik di darat maupun di laut, sebelum di-lifting dalam jumlah besar.
"Untuk gas, ada kategori tertentu yang hanya di-lifting setahun sekali atau dua kali karena sifat teknis dan pasar," katanya.
Untuk mendukung target produksi migas, SKK Migas mendorong penggunaan teknologi seperti enhanced oil recovery (EOR) dan horizontal drilling, yang terbukti mampu meningkatkan produksi dari lapangan eksisting serta memperpanjang umur operasi. Di sisi lain, program reaktivasi sumur idle juga menunjukkan hasil positif. Dari total 16.990 sumur idle, sebanyak 4.495 sumur telah berhasil diaktifkan kembali dan memberikan kontribusi langsung terhadap produksi nasional.
Dihubungi terpisah, pengamat energi dari Universitas Trisakti Pri Agung Rahmanto menyatakan peningkatan lifting gas secara signifikan masih memungkinkan apabila sejumlah proyek strategis nasional (PSN) seperti Asap Merah Kido, Indonesia Deepwater Development (IDD), UCC Tangguh, dan Abadi Masela dapay segera beroperasi (on stream).
"Proyek-proyek tersebut dinilai memiliki potensi besar dalam mendongkrak produksi gas nasional," ucap dia.
Namun, untuk minyak bumi, kondisi saat ini menunjukkan tantangan yang lebih berat. Pri Agung menuturkan saat ini belum ada kandidat lapangan baru yang memiliki skala dan kapasitas seperti Blok Cepu, Jawa Timur, atau Blok Rokan, Riau, yang mampu secara signifikan meningkatkan lifting minyak nasional.
Sementara itu, dia menyebut proyek chemical enhanced oil recovery di Rokan dinilai hanya mampu memperlambat penurunan produksi (decline rate), bukan meningkatkan secara keseluruhan.
Upaya optimalisasi produksi melalui kegiatan pemboran ulang (re-drilling) dan work over di berbagai lapangan migas lainnya juga diperkirakan hanya mampu menahan laju penurunan produksi, bukan meningkatkan produksi secara signifikan.
Adapun program sumur rakyat dipandang memiliki skala yang sangat terbatas, dengan target produksi stabil hingga 10 ribu barel per hari selama satu tahun saja sudah tergolong pencapaian yang baik.
"Dengan kondisi tersebut, peningkatan impor minyak mentah tampaknya sulit dihindari, terlepas dari adanya isu kebijakan tarif perdagangan seperti yang diberlakukan oleh pemerintahan Trump," pungkas Pri Agung.