PBB adakan konferensi untuk Solusi Dua Negara. Foto: UN
Fajar Nugraha • 29 July 2025 15:31
New York: Puluhan menteri akan berkumpul di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menghadiri konferensi yang tertunda guna mengupayakan solusi dua negara antara Israel dan Palestina, tetapi Amerika Serikat (AS) dan Israel memboikot acara tersebut.
Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 orang memutuskan pada bulan September tahun lalu bahwa konferensi semacam itu akan diadakan pada 2025. Diselenggarakan oleh Prancis dan Arab Saudi, konferensi tersebut ditunda pada bulan Juni setelah Israel menyerang Iran.
Konferensi ini bertujuan untuk menetapkan parameter bagi peta jalan menuju negara Palestina, sekaligus memastikan keamanan Israel.
Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot mengatakan kepada surat kabar La Tribune Dimanche dalam sebuah wawancara yang diterbitkan pada hari Minggu bahwa ia juga akan memanfaatkan konferensi minggu ini untuk mendorong negara-negara lain agar bergabung dengan Prancis dalam mengakui negara Palestina.
Prancis berencana mengakui negara Palestina pada bulan September dalam pertemuan tahunan para pemimpin dunia di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, ujar Presiden Emmanuel Macron pekan lalu.
“Kami akan meluncurkan seruan di New York agar negara-negara lain bergabung dengan kami untuk memulai dinamika yang lebih ambisius dan menuntut yang akan mencapai puncaknya pada 21 September,” kata Barrot, seraya menambahkan bahwa ia berharap negara-negara Arab pada saat itu akan mengutuk militan Palestina, Hamas, dan menyerukan perlucutan senjata mereka.
Konferensi ini berlangsung di tengah perang 22 bulan antara Israel dan Hamas di Gaza yang masih berkecamuk.
Perang tersebut dipicu pada 7 Oktober 2023, ketika Hamas menewaskan 1.200 orang di Israel selatan dan menyandera sekitar 250 orang, menurut penghitungan Israel.
“Sejak itu, kampanye militer Israel telah menewaskan hampir 60.000 warga Palestina,” menurut otoritas kesehatan Gaza.
AS tidak akan menghadiri konferensi di Perserikatan Bangsa-Bangsa, kata seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri, yang menggambarkannya sebagai "hadiah bagi Hamas, yang terus menolak proposal gencatan senjata yang diterima oleh Israel yang akan mengarah pada pembebasan sandera dan menciptakan ketenangan di Gaza."
Juru bicara Kementerian Luar Negeri menambahkan bahwa Washington memberikan suara menentang Majelis Umum tahun lalu yang menyerukan konferensi tersebut, dan "tidak akan mendukung tindakan yang membahayakan prospek resolusi damai jangka panjang untuk konflik tersebut."
“Israel juga tidak berpartisipasi dalam konferensi tersebut, yang tidak terlebih dahulu membahas isu pengutukan Hamas dan pengembalian semua sandera yang tersisa," kata Jonathan Harounoff, juru bicara internasional di misi Israel di PBB.
PBB telah lama mendukung visi dua negara yang hidup berdampingan dalam perbatasan yang aman dan diakui. Palestina menginginkan sebuah negara di Tepi Barat, Yerusalem timur, dan Jalur Gaza, semua wilayah yang direbut oleh Israel dalam perang tahun 1967 dengan negara-negara Arab tetangga.
Majelis Umum PBB pada Mei tahun lalu dengan suara mayoritas mendukung upaya Palestina untuk menjadi anggota penuh PBB dengan mengakui Palestina memenuhi syarat untuk bergabung dan merekomendasikan Dewan Keamanan PBB untuk "mempertimbangkan kembali masalah tersebut secara positif." Resolusi tersebut memperoleh 143 suara mendukung dan sembilan suara menentang.
Pemungutan suara Majelis Umum merupakan survei global atas dukungan terhadap upaya Palestina untuk menjadi anggota penuh PBB -,sebuah langkah yang secara efektif akan mengakui negara Palestina,- setelah AS memvetonya di Dewan Keamanan PBB beberapa minggu sebelumnya.