Warga Jawa Timur ketika menerima bantuan dalam program pengentasan kemiskinan. (Dok: Dinsos Pemprov Jatim)
Amaluddin • 21 October 2024 13:35
Surabaya: Sebanyak 2,1 juta warga Jawa Timur keluar dari garis kemiskinan dan kemiskinan ekstrem sejak 2021 hingga 2024. Rinciannya, sebanyak 1,5 juta kemiskinan ekstrem dan 603.290 keluar dari garis kemiskinan alias telah lebih sejahtera.
Berdasarkan data BPS Jatim, angka kemiskinan di Jatim turun menjadi 10,38 persen tahun 2022, kemudian turun lagi menjadi 10,35 persen pada 2023. Selanjutnya turun signifikan 0,56 persen poin menjadi 9,79 persen pada tahun 2024.
Kemudian per Maret 2024 menurun siginifikan, di mana jumlah penduduk miskin Jatim sebanyak 3,983 juta orang (9,79%) atau turun 0,206 juta orang (0,56%) terhadap Maret 2023. Artinya, sebanyak 603.290 telah sejahtera karena keluar dari garis kemiskinan.
"Capaian pengentasan kemiskinan dalam lima tahun terakhir memang sangat signifikan per Maret 2024 tercatat tinggal 9,79 persen. Ini data rilis BPS ya. Ini merupakan rekor dimana pertama kali dalam sejarah angka kemiskinan Jatim," kata Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Jatim, Restu Novi Widiani, Senin, 21 Oktober 2024.
Bahkan penurunan kemiskinan Jatim secara y-o-y di tahun 2024 sebesar 0,56 persen atau setara 206.120 jiwa, kata Novi, menjadikan Jawa Timur berkontribusi sebesar 30,34 persen terhadap penurunan kemiskinan nasional. Capaian ini juga menjadi penurunan kemiskinan tertinggi secara nasional.
"Menurunkan angka kemiskinan tidak bisa dilakukan dalam sekejap. Apalagi dengan kondisi Jawa Timur yang begitu luas dengan jumlah penduduk yang mencapai 41 juta jiwa lebih. Namun kami menyadari bahwa dalam lima tahun terakhir ini, program yang menyentuh masyarakat tak mampu sangat gencar dikakukan," ujarnya.
Merujuk data tahun-tahun sebelumnya seperti tahun 2020, kata Novi, presentase kemiskinan Jatim sebesar 11,09 persen, yang kemudian akibat pandemi covid-19 naik menjadi 11,4 persen pada 2021. Berbagai upaya ekstra pun dilakukan bersama seluruh pihak, agar kemiskinan bisa turun kembali.
Di antaranya, menjalankan pembangunan inklusif dan prestatif yang berseiring dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat, PKH Plus. Sejak tahun 2019, PKH Plus diberikan pada penerima PKH yang di dalamnya ada lansia di atas 70 tahun.
Mereka mendapat bantuan senilai Rp2 juta per tahun, dengan jumlah penerima 50 ribu lansia per tahun. Sejak tahun 2019-2024, alokasi untuk program PKH Plus yang telah disalurkan mencapai Rp610 miliar dengan total penerima 350.000 lansia. "Program PKH Plus ini bisa disebut sukses tak hanya meningkatkan kesejahteraan, juga meningkatkan angka harapan hidup masyarakat Jatim. Dari tahun 2019 AHH Jatim ada di angka 71,18, dan di tahun 2024 meningkat menjadi 72,11," katanya.
Selain itu, juga ada program Asistensi Sosial Penyandang Disabilitas (ASPD). Bantuan ini ditujukan untuk membantu keluarga miskin yang memiliki anggota keluarga penyandang disabilitas berat. Nilai bantuannya Rp3,6 juta per orang per tahun. "Per tahun rata-rata penerima manfaatnya ada sebanyak 4 ribu orang. Dengan anggaran sejak tahun 2019-2024 mencapai Rp 90 miliar," ujarnya.
Lalu di bidang pemberdayaan, Novi mengaku pihaknya dalam koordinasi Dinsos juga melaksanakan program pengembangan kelompok usaha bersama keluarga miskin (KUBE) dan juga program Wanita Rawan Sosial Ekonomi (WRSE) sebagai embrio usaha mikro.
Selama lima tahun terakhir, total ada sebanyak 1.572 penerima manfaat program WRSE dengan kumulatif anggaran yang telah tersalur sekitar Rp5 miliar. Sedangkan untuk KUBE selama lima tahun ini telah tersalur pada 4.231 penerima manfaat dengan total anggaran sekitar Rp11 miliar.
"Sebenarnya ada banyak lagi program yang kita laksanakan. Seperti bansos kemiskinan ekstrem, BLT untuk buruh pabrik lintas wilayah, bantuan kewirausahaan untuk klien dan eks klien UPT, bansos permakanan LKSA, permakanan untuk LKS LU dan juga bantuan sosial untuk LKS PD," ujarnya.
Tak hanya kemiskinan biasa, Novi mengklaim pihaknya juga telah berhasil menekan 1,4 juta jiwa keluar dari status kemiskinan ekstrem. Khusus untuk program pengentasan kemiskinan ekstrem, Novi menyebut program ini dilakukan sejak tahun 2021.
Di tahun pertama implementasi program ini menyasar 32.239 penerima manfaat di 5 kabupaten dengan anggaran Rp48,3 miliar. Kemudian dilanjutkan di tahun 2023, menyasar 20.000 penerima manfaat di 15 kabupaten kota dengan alokasi anggaran Rp30 miliar, dan di tahun 2024 menyasar 18.000 penerima manfaat di 13 kabupaten/kota di Jatim.
Berdasarkan Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) per Maret 2024 tercatat, pada tahun 2020 kemiskinan ekstrem Jatim mencapai 4,40 persen atau 1.812.210 jiwa penduduk. Sementara per Maret 2024, kemiskinan ekstrem Jawa Timur berada di angka 0,66 persen atau 268.645 jiwa penduduk. Artinya, Pemprov Jatim telah mampu menurunkan kemiskinan ekstrem sebesar 3,74 persen poin dalam kurun waktu tahun 2020-2024.
“Menurut data terbaru dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2024, kemiskinan ekstrem di Jatim telah menurun drastis dari 4,40 persen pada tahun 2020 menjadi 0,66 persen pada 2024. Artinya, sekitar 1,5 juta jiwa berhasil keluar dari kemiskinan ekstrem selama kurun waktu empat tahun," pungkasnya.
Jika ditotal alokasi anggaran dalam mengentaskan kemiskinan di Jatim, lanjut Novi, mencapai Rp2,57 trilliun dalam lima tahun terakhir. Capaian menekan angka kemiskinan di Jatim, membuat Pemprov Jatim mendapatkan tambahan insentif fiskal senilai Rp6,2 miliar dari pemeritah pusat, sebagai apresiasi atas upaya signifikan dalam menurunkan tingkat kemiskinan ekstrem di tahun 2024.