Armada Global Sumud Flotilla dan Dugaan Pelanggaran Hukum Laut oleh Israel

Kapal Global Sumud Flotilla (GSF) berlayar secara bertahap dari Tunisia. Foto: Anadolu

Armada Global Sumud Flotilla dan Dugaan Pelanggaran Hukum Laut oleh Israel

Muhammad Reyhansyah • 2 October 2025 18:07

Gaza: Armada bantuan Global Sumud Flotilla berlayar menuju Gaza, melewati zona berisiko tinggi di mana misi serupa sebelumnya sering mendapat serangan atau intersepsi.

Stasiun penyiaran publik Israel, Kan, melaporkan pada Rabu, 1 Oktober 2025 bahwa militer Israel tengah bersiap "menguasai" armada tersebut dengan komando angkatan laut dan kapal perang. Tidak semua dari 50 kapal akan ditarik ke pelabuhan; sebagian akan ditenggelamkan di laut, demikian laporan Kan. 

Israel juga berencana menahan ratusan aktivis di kapal angkatan laut, menginterogasi mereka, kemudian mendeportasi melalui pelabuhan Ashdod.

Global Sumud Flotilla, yang berangkat dari Spanyol pada 31 Agustus, merupakan misi maritim terbesar menuju Gaza sejauh ini. Armada ini terdiri atas lebih dari 50 kapal dengan delegasi dari sedikitnya 44 negara, bertujuan menantang blokade laut Israel dan menyalurkan bantuan ke Gaza.

Hukum Laut Internasional

Secara hukum, Israel tidak berhak menaiki kapal di perairan internasional. Negara pantai hanya memiliki kedaulatan penuh atas laut teritorial sejauh 12 mil laut (22 km) dari garis pantai. Di luar itu, terdapat zona ekonomi eksklusif (ZEE) hingga 200 mil laut (370 km), di mana negara pantai memiliki hak mengatur eksplorasi sumber daya namun tetap wajib menjamin kebebasan navigasi bagi kapal asing.

Di luar ZEE, berlaku perairan internasional atau laut lepas, yang mencakup sekitar 64 persen samudra dunia. Berdasarkan Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) 1982, semua negara berhak menikmati kebebasan navigasi di laut lepas, kecuali untuk aktivitas terlarang seperti perompakan.

Mengutip dari Al Jazeera, Kamis, 2 Oktober 2025 Israel memiliki sejarah panjang menghadang armada kemanusiaan di laut internasional. Sejak 2010, beberapa kapal Freedom Flotilla berusaha menembus blokade Gaza namun selalu dicegat atau diserang, sebagian besar di perairan internasional.

Kasus paling mematikan terjadi pada 31 Mei 2010, ketika pasukan komando Israel menyerbu kapal Mavi Marmara di laut lepas. Serangan itu menewaskan 10 aktivis, mayoritas warga Turki, dan melukai puluhan lainnya. Peristiwa ini memicu kecaman global serta memperburuk hubungan Israel-Turki.

Pada 2024, di tengah misi flotilla yang berlanjut, pakar PBB menegaskan: “Freedom Flotilla memiliki hak melintas bebas di laut internasional, dan Israel tidak boleh mengganggu kebebasan navigasi yang telah lama diakui hukum internasional.”

Instrumen Hukum yang Melindungi

Sekjen Federasi Pekerja Transportasi Internasional (ITF), Stephen Cotton, menekankan: “Hukum laut jelas: menyerang atau menyita kapal kemanusiaan non-kekerasan di laut internasional adalah ilegal dan tidak dapat diterima.”

Menurut Cotton, tindakan semacam itu mengancam nyawa serta merusak prinsip dasar keselamatan maritim. “Laut tidak boleh dijadikan panggung perang,” ujarnya kepada Al Jazeera.

Koalisi Freedom Flotilla menyatakan misinya sah secara hukum dan dilindungi oleh berbagai instrumen internasional, antara lain:
  1. UNCLOS 1982 – Menjamin kebebasan navigasi di laut lepas.
  2. San Remo Manual – Melarang blokade yang menyebabkan kelaparan atau penderitaan berlebihan, serta melindungi misi kemanusiaan netral.
  3. Resolusi DK PBB 2720 dan 2728 – Menuntut akses kemanusiaan tanpa hambatan.
  4. Konvensi Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida – Melarang tindakan yang membahayakan warga sipil.
  5. Konvensi Jenewa Keempat – Wajib mengizinkan pengiriman bantuan kemanusiaan dan melarang penghalangan operasi kemanusiaan.
  6. Statuta Roma ICC – Mengkategorikan penghalangan bantuan dan kelaparan warga sipil sebagai kejahatan perang.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Fajar Nugraha)