Candra Yuri Nuralam • 20 June 2025 19:08
Jakarta: Kejaksaan Agung (Kejagung) enggan buru-buru menyikapi vonis 16 tahun penjara eks pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar. Jaksa memilih opsi pikir-pikir, sambil mempelajari seluruh putusan kasus suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara, yang menjerat Zarof.
“Nah saat ini jaksa penuntut umum masih menggunakan hak pikir-pikirnya, jadi dalam masa waktu tujuh hari ini jaksa penutup umum menggunakan hak pikir-pikirnya tentu sembari menunggu putusan lengkap dan melakukan kajian mempelajari,” kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat, 20 Juni 2025.
Harli mengatakan, salah satu analisis jaksa adalah menyelaraskan pertimbangan hakim dengan fakta persidangan. Hasil analisa jaksa nanti akan dilaporkan ke pimpinan Kejagung untuk menentukan sikap.
“Nanti tentu setelah dikonsultasikan kepimpinan apakah akan mengambil langkah untuk melakukan upaya hukum atau menerima putusan,” ucap Harli.
Buru-buru menentukan sikap dinilai tidak baik untuk kasus Zarof. Semua fakta hukum dalam persidangan harus dipelajari untuk memastikan hukuman makelar peradilan itu bisa menebus rasa sakit masyarakat.
“Jadi karena masih menggunakan hak pikir-pikirnya saya kira nanti kita tunggu setelah hak pikir-pikir ini selesai seperti apa tindak lanjutnya,” terang Harli.
Zarof Ricar turut didakwa menerima gratifikasi berupa uang. Penerimaan dilakukan dalam kurun waktu sepuluh tahun, yakni dari 2012 sampai 2022.
“Bahwa terdakwa Zarof Ricar selaku pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima gratifikasi yaitu menerima uang tunai dalam bentuk uang rupiah dan mata uang asing (valuta asing),” kata jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusar, Senin, 10 Februari 2025.
Zarof mengumpulkan gratifikasi dari mulai menjabat sebagai Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Ditjen Badilum MA, sampai Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Ditjen Badilum MA. Total, uang yang dikumpulkan menyentuh ratusan miliar dan puluhan kilogram emas.
“Nilai total keseluruhan kurang lebih sebesar Rp915 miliar dan emas logam mulia sebanyak kurang lebih 51 kilogram dari para pihak yang memiliki perkara di lingkungan pengadilan baik di tingkat pertama, banding, kasasi maupun peninjauan kembali,” ucap jaksa.
Zarof diduga telah memanfaatkan jabatannya untuk bertemu dengan sejumlah pejabat sampai hakim di MA. Total gratifikasi yang diduga diterimanya tidak masuk akal dengan penghasilannya sebagai ASN.