Cegah Terulangnya Kasus Penyimpangan, Kejagung Diminta Awasi Pengadaan Minyak Mentah

Kejaksaan Agung. Media Indonesia

Cegah Terulangnya Kasus Penyimpangan, Kejagung Diminta Awasi Pengadaan Minyak Mentah

Achmad Zulfikar Fazli • 24 March 2025 14:53

Jakarta: Pengadaan impor minyak mentah dan kondensat untuk kebutuhan kilang, serta impor bahan bakar minyak (BBM) yang total mencapai sekitar 1 juta barel perhari untuk memenuhi konsumsi BBM nasional tidak bisa berhenti. Kejaksaan Agung (Kejagung) diminta mengawasi proses pengadaan agar kasus dugaan penyimpangan tata kelola impor periode 2018 hingga 2023 yang merugikan keuangan negara mencapai Rp193,7 triliun itu, tak terulang.

"Sebab, jika tidak dilakukan impor minyak mentah dan BBM sejumlah tersebut di atas, konsekuensinya akan terjadi kelangkaan di SPBU yang berpotensi terjadinya krisis sosial dan ekonomi. Bahkan, jika kelangkaan berlangsung lama bisa berujung menjadi krisis politik," ungkap Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, dalam keterangannya, Senin, 24 Maret 2025.

Yusri mengatakan permasalahan saat ini dalah produksi minyak di hulu terus anjlok dari tahun ke tahun. Terakhir, produksi minyak di hulu sepanjang 2024 hanya sekitar 575 ribu barel perhari.

"Sementara konsumsi nasional sudah mencapai 1,5 juta barel perhari, jadi kita tekornya setiap hari 1 juta barel" ungkap Yusri.

Menurut dia, kondisi ini membuat Indonesia tak bisa berhenti impor minyak mentah sekitar 1 juta barel setiap harinya. Sehingga, kata Yusri, dapat dipahami suasana kebatinan Direksi Pertamina (Persero) dan Subholding yang sangat galau dan trauma.

"Apalagi, Dirut Pertamina, Simon Aloysius Mantiri, baru saja menjabat tentu saja kelimpungan menghadapi badai besar lagi menghantam kapal besar Pertamina, salah-salah mengatasinya bisa kolaps," beber Yusri.
 

Baca Juga: 

Korupsi Minyak Mentah, Legislator Pertanyakan Peran Pertamina Sebagai Induk Perusahaan


Yusri juga menyoroti krisis kepercayaan publik terhadap kualitas BBM Pertamina yang dijual di SPBU, termasuk lender atau bank-bank luar negeri pemberi pinjaman dalam bentuk global bond miliaran dolar Amerika kepada Pertamina.

Menurut dia, Kejagung seharusnya pro aktif ikut menyelamatkan Pertamina dengan memberikan rekomendasi kepada Dirut dan Dewan Komisaris serta Menteri BUMN untuk segera menonaktifkan pejabat-pejabat di holding dan subholding yang diduga terlibat rasuah. Hal ini dinilai penting untuk meminimalkan dampak negatif dari lender dan publik terhadap Pertamina sebagai entitas bisnis yang mengurus hajat hidup orang banyak.

"Jangan sampai terjadi tindakan Kejagung dalam menyidik kasus ini bukannya menyelamatkan kerugian negara dan Pertamina, namun malah bisa menimbulkan kerugian baru yang tak perlu," ujar dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)