Netanyahu: Warga Gaza Akan Dipindahkan dalam Operasi Militer Israel yang Diperluas

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Foto: EPA-EFE

Netanyahu: Warga Gaza Akan Dipindahkan dalam Operasi Militer Israel yang Diperluas

Fajar Nugraha • 6 May 2025 10:32

Tel Aviv: Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa ofensif militer berikutnya di Jalur Gaza akan lebih intensif dan luas. Operasi ini mencakup pemindahan penduduk Palestina “demi keselamatan mereka” serta pendudukan wilayah Gaza secara penuh.

Pernyataan ini disampaikan lewat video berbahasa Ibrani di media sosial, menyusul persetujuan Kabinet Keamanan Israel terhadap rencana operasi militer baru, termasuk pengerahan pasukan cadangan dan pengambilalihan distribusi bantuan kemanusiaan.

“Kami tidak akan melakukan serangan lalu mundur. Niat kami adalah sebaliknya,” ujar Netanyahu.

Langkah ini mengindikasikan pendekatan baru Israel untuk mengontrol penuh Gaza, setelah serangan yang telah berlangsung 18 bulan menewaskan lebih dari 52.000 warga Palestina, termasuk ribuan anak-anak, dan melukai hampir 120.000 lainnya.

Mengutip dari Al Jazeera, Selasa 6 Mei 2025, rencana baru mencakup “penaklukan dan pendudukan seluruh Jalur Gaza” serta pemindahan massal penduduk ke wilayah selatan. Seorang sumber mengatakan Netanyahu terus mendorong skema berdasarkan rencana mantan Presiden AS Donald Trump yang melibatkan pemindahan warga Palestina dari Gaza.

Israel juga berencana mengambil alih distribusi bantuan makanan dan kebutuhan vital lainnya, yang selama ini ditangani badan internasional. Namun, kelompok kemanusiaan internasional dan PBB menolak keras rencana ini.

“Gaza adalah, dan harus tetap menjadi, bagian integral dari negara Palestina di masa depan,” tegas juru bicara Sekjen PBB Antonio Guterres, Farhan Haq.

Perpecahan di internal Israel

Rencana ini memicu ketegangan politik di dalam negeri. Forum Keluarga Sandera dan Orang Hilang menyatakan bahwa perluasan operasi justru akan “mengorbankan” para tawanan yang masih berada di Gaza.


Kepala Staf Militer Israel, Eyal Zamir, memperingatkan bahwa ofensif penuh bisa membuat para sandera tewas. Ia juga menentang saran Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir yang mendesak pemutusan total makanan, air, dan listrik ke Gaza, bahkan menyarankan pemboman gudang pangan dan generator.

“Kita tidak bisa membuat seluruh Gaza kelaparan. Ini membahayakan kita semua,” kata Zamir.

Oposisi Israel juga mempertanyakan logika operasi. Tokoh oposisi Yair Lapid menyebut Netanyahu memobilisasi puluhan ribu cadangan tanpa kejelasan tujuan. Mantan jenderal Yair Golan menyebut rencana itu hanya untuk mempertahankan kekuasaan Netanyahu.

Rencana Israel untuk mendirikan “zona kemanusiaan” di Gaza selatan ditentang keras oleh Humanitarian Country Team (HCT) yang terdiri atas badan-badan PBB.

“Ini bukan bantuan kemanusiaan, tapi strategi militer,” kata HCT dalam pernyataannya.

Mereka menyebut rencana itu melanggar prinsip-prinsip dasar kemanusiaan: kemanusiaan, imparsialitas, independensi, dan netralitas.

Jan Egeland dari Norwegian Refugee Council menyebut Israel ingin “militerisasi dan memanipulasi bantuan” demi kepentingan strategis. Menurutnya, sistem ini akan “memaksa warga sipil berpindah untuk bertahan hidup” dan memperburuk kelaparan.

Sementara itu, Hamas menolak skema Israel, menyebutnya sebagai bentuk “pemerasan politik”.

“Kami menolak penggunaan bantuan sebagai alat tekanan, dan Israel bertanggung jawab penuh atas bencana kemanusiaan di Gaza,” bunyi pernyataan resmi Hamas.


(Muhammad Reyhansyah)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Fajar Nugraha)