Kapolda Jawa Timur, Irjen Nanang Avianto, saat konferensi pers di Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya, Rabu, 8 Oktober 2025. Metrotvnews.com/ Amaludin
Amaluddin • 8 October 2025 22:02
Surabaya: Polda Jawa Timur mulai mendalami kasus ambruknya bangunan musala Pondok Pesantren Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo. Hingga kini, sebanyak 17 saksi telah diperiksa dalam proses penyelidikan tragedi yang terjadi pada Senin, 29 September 2025.
Kapolda Jatim Irjen Nanang Avianto menjelaskan pemeriksaan terhadap belasan saksi dilakukan untuk mengungkap penyebab kegagalan konstruksi. Tim gabungan dibentuk untuk menangani kasus ini secara komprehensif.
"Kami sudah memeriksa sekitar 17 saksi dan jumlah itu masih bisa bertambah. Pemeriksaan lanjutan akan melibatkan pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam pembangunan serta sejumlah ahli,” kata Nanang, Rabu malam, 8 Oktober 2025.
Polda Jatim membentuk tim gabungan dari Ditreskrimum dan Ditreskrimsus untuk menangani kasus ini. Tim akan segera menggelar perkara untuk menentukan peningkatan status dari penyelidikan menjadi penyidikan.
Polisi menjerat dugaan pelanggaran Pasal 359 dan 360 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan kematian dan luka. Pasal 46 dan 47 UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung juga diterapkan.
Polisi mencatat total korban tragedi ini sebanyak 171 orang. Korban terdiri dari 67 kantong jenazah dengan 34 di antaranya telah teridentifikasi, serta 104 korban selamat yang masih menjalani pemulihan.
Dari hasil pemeriksaan awal, polisi menemukan indikasi kuat adanya kelalaian dalam proses pembangunan. Pengawasan struktur bangunan diduga tidak dilakukan sesuai standar.
"Sejak awal kami menduga kegagalan konstruksi menjadi penyebab utama. Karena itu, kami melibatkan ahli teknik sipil dan ahli bangunan untuk memberikan analisis resmi,” jelas Nanang.
Penyelidikan juga difokuskan pada dokumen perencanaan dan izin bangunan. Polisi memastikan kepatuhan terhadap standar teknis konstruksi sesuai UU Bangunan Gedung. Nanang menegaskan proses hukum akan dilakukan secara transparan dan profesional. Langkah ini sebagai bentuk tanggungjawab moral agar tragedi serupa tidak terulang.
"Setiap orang sama kedudukannya di hadapan hukum. Siapa pun yang terbukti lalai akan dimintai pertanggungjawaban. Kami ingin kasus ini menjadi pembelajaran agar setiap pembangunan memiliki perencanaan dan pengawasan yang matang,” pungkas Nanang.