Kapolda Jawa Timur, Irjen Nanang Avianto, saat konferensi pers di Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya, Rabu, 8 Oktober 2025. Metrotvnews.com/ Amaludin
Surabaya: Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur resmi menaikkan penanganan kasus ambruknya bangunan musala Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, ke tahap penyelidikan. Langkah ini menandai dimulainya proses hukum atas tragedi memilukan yang menewaskan puluhan santri saat melaksanakan Salat Asar.
Kapolda Jawa Timur, Irjen Nanang Avianto, mengatakan penyebab awal runtuhnya bangunan diduga kuat akibat kegagalan konstruksi. Ia memastikan jajarannya akan menelusuri secara mendalam potensi kelalaian dalam proses pembangunan, baik dari sisi perencanaan, pengawasan, maupun pelaksanaan teknis di lapangan.
"Penyebab awal diduga adalah kegagalan konstruksi. Karena itu, kami akan melakukan pendalaman terhadap seluruh aspek pembangunan yang berpotensi menyebabkan musala tersebut ambruk,” kata Nanang, saat konferensi pers di Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya, Rabu, 8 Oktober 2025.
Nanang mengatakan sesaat setelah insiden, Polsek Buduran dan Polresta Sidoarjo langsung melakukan langkah cepat dengan membuat laporan polisi serta memprioritaskan proses evakuasi korban. Tim gabungan dari Basarnas, TNI, Polri, BPBD, dan unsur masyarakat bergotong royong mengevakuasi 171 korban dari reruntuhan.
Dari jumlah tersebut, 67 kantong jenazah diterima RS Bhayangkara Surabaya, 104 korban mengalami luka-luka, dan 34 jenazah telah berhasil diidentifikasi. “Korban yang selamat kini tengah mendapat perawatan, sementara jenazah yang telah teridentifikasi telah kami serahkan kepada pihak keluarga masing-masing,” jelas Nanang.
Usai proses evakuasi selesai, Polda Jatim membentuk tim penyelidikan gabungan yang melibatkan Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) dan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditkrimsus). Penyelidikan dilakukan berdasarkan Laporan Polisi Nomor LP/4/IX/2025/SPKT/Unit Reskrim/Polsek Buduran/Polresta Sidoarjo.
Tim tersebut akan fokus mendalami kemungkinan pelanggaran teknis pembangunan, termasuk apakah struktur bangunan memenuhi standar keamanan dan kekuatan sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
Dalam proses penyelidikan, polisi akan menggunakan sejumlah pasal untuk menelusuri potensi unsur pidana, antara lain Pasal 359 KUHP Kelalaian yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, Pasal 360 KUHP Kelalaian yang menyebabkan orang lain luka-luka, Pasal 46 ayat (3) dan/atau Pasal 47 ayat (2) UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, yang mengatur pelanggaran terhadap persyaratan teknis bangunan.
"Kami ingin memastikan agar setiap pembangunan, khususnya fasilitas publik seperti pesantren, dilakukan sesuai standar keselamatan. Tragedi ini menjadi pelajaran penting agar tidak terulang kembali,” ujar Nanang.