Ilustrasi tambang ilegal. Media Indonesia
Media Indonesia • 30 September 2025 06:08
KEBERADAAN tambang timah ilegal di Provinsi Bangka Belitung sesungguhnya bukan cerita baru. Praktik itu sudah terjadi selama bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun, tanpa ada yang mengusik para penambang ilegal tersebut. Kuat dugaan ada pihak-pihak yang menjadi beking dan cukong dalam praktik tersebut.
Jangankan diusik, tambang-tambang ilegal itu bahkan ikut menjadi bagian dari rantai pasokan timah untuk perusahaan pertambangan yang resmi atau legal. Kasus megakorupsi di PT Timah pada 2024 lalu sedikit banyak telah menguak fakta tersebut. Dalam persidangan kasus itu terungkap bahwa selama bertahun-tahun para pemimpin PT Timah dengan sengaja membeli timah dari para penambang ilegal.
Mereka ada, tapi seperti pura-pura dianggap tidak ada. Mereka nyata di depan mata, tapi semua pihak, termasuk pemerintah dan aparat penegak hukum, seolah-olah tutup mata. Karena itu, ketika tambang-tambang timah ilegal itu kemudian terus bertumbuh hingga berjumlah ribuan, tak salah kiranya bila publik menduga ada aparat negara yang melindungi praktik tersebut. Bahkan, boleh jadi mereka juga ikut bermain tambang ilegal.
Praktik pembiaran dan perlindungan terhadap aktivitas tambang ilegal seperti itu sudah seharusnya segera dihentikan. Maraknya penambangan timah ilegal tidak hanya merugikan negara secara ekonomi, tapi juga punya andil besar pada kerusakan lingkungan secara masif. Hal itu terjadi disebabkan proses penambangan liar biasanya dilakukan serampangan tanpa memperhatikan aspek lingkungan.
Karena itu, pernyataan
Presiden Prabowo Subianto pada penutupan Munas VI Partai Keadilan Sejahtera (PKS), kemarin, yang menyebut telah memerintahkan TNI, Polri, dan Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan menggelar operasi besar-besaran menutup jalur penyelundupan timah dari 1.000 lokasi penambangan ilegal patut kita sokong.
Meskipun banyak yang menyebut itu sebagai langkah yang terlambat lantaran praktik penambangan ilegal sudah kadung mengakar, setidaknya sudah muncul kesadaran dari pemerintah bahwa hal itu merupakan persoalan besar yang tidak boleh lagi ditangani dengan main-main. Itu serupa dengan korupsi yang upaya pemberantasannya harus dilakukan dengan keseriusan, kesungguhan, dan nyali yang tinggi.
Apalagi, seperti dikatakan Presiden, saat ini hampir 80% hasil timah dari Bangka Belitung diselundupkan. Artinya, hanya 20% yang memberikan hasil kepada negara. Ketika lebih banyak uang mengalir ke kantong cukong ketimbang ke kas negara, kiranya memang tidak pantas bila pemerintah terus menganggapnya sebagai kejahatan biasa.
Akan tetapi, perlu kita ingatkan pula bahwa langkah tersebut mesti dibarengi dengan komitmen tinggi untuk membersihkan sekaligus menindak siapa pun pihak yang terlibat. Jika mengingat praktik tambang timah ilegal itu bisa 'bertahan' selama puluhan tahun dan bahkan pemainnya terus bertambah banyak, tentu ada orang kuat yang menjadi bohir atau setidaknya melindungi praktik tersebut.
Komitmen dan keberanian semestinya menjadi elemen penting dari pernyataan atau perintah Prabowo. Setelah sekian lama negara tidak bergerak, kiranya inilah saatnya untuk menunjukkan bahwa negara tidak boleh takluk dari penambang ilegal. Itu menjadi momentum baru untuk memulai pemberantasan tambang timah ilegal secara tuntas. Usut semuanya, termasuk keterlibatan aparat yang selama ini diduga melindungi dan membiarkan praktik tersebut.
Konstitusi mengamanatkan bahwa kekayaan alam negeri ini, termasuk tambang, seharusnya mendatangkan manfaat yang sebesar-besarnya untuk rakyat dan negara, bukan cuma buat segelintir orang. Bukan pula untuk sekelompok penjahat yang dengan liciknya bisa mengeksploitasi tambang tanpa legalitas dan menyelundupkannya demi keuntungan mereka dan gerombolan mereka.
Dengan landasan konstitusi itu, tidak ada alasan lagi bagi pemerintah untuk main-main dalam pemberantasan tambang timah ilegal. Jangan sampai pernyataan Presiden menjadi sekadar seruan karena eksekusinya dilakukan tanpa keseriusan dan ketegasan.