Koalisi Sipil Soroti Aturan Restorative Justice dan Peran Advokat dalam RUU KUHAP

Koalisi Sipil Soroti Aturan Restorative Justice dan Peran Advokat dalam RUU KUHAP

Devi Harahap • 13 July 2025 20:35

Jakarta: Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP menilai banyak materi dalam RUU KUHAP yang perlu dibahas secara mendalam agar tidak berpotensi menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang tersistematis dalam proses peradilan pidana. RUU KUHAP dinilai salah kaprah dalam memaknai restorative justice sebagai paradigma baru hukum pidana, dengan mengartikan restorative justice sebatas pada mekanisme penyelesaian perkara di luar persidangan (afdoening buiten process). 

“Padahal, filosofi restorative justice berpangku pada hak dan kepentingan korban untuk dipulihkan dari dampak-dampak yang ditimbulkan tindak pidana,” kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur dalam keterangan yang diterima Media Indonesia, Minggu, 13 Juli 2025.

Menurut Isnur, penyelesaian perkara di luar persidangan (afdoening buiten process) berpangku pada kepentingan negara dalam mengelola kelebihan beban kerja peradilan (criminal justice overload) dan kepentingan pelaku untuk diselesaikan perkaranya sedini mungkin. 

“Ini jelas keliru. Sekalipun restorative justice dimaknai dengan mekanisme penyelesaian perkara di luar persidangan, sungguh membingungkan apabila RUU KUHAP membuka ruang penyelesaian perkara di luar persidangan pada tahap penyelidikan dan penyidikan,” jelas dia.
 

Baca Juga: 

Hak Imunitas Advokat Dinilai Tak Perlu Masuk KUHAP, Cukup Diatur Undang-Undang


Isnur mempertanyakan bagaimana suatu tindak pidana mau diselesaikan di luar persidangan ketika penyidikan atas tindak pidana tersebut juga belum tuntas. 

“Apa yang mau diselesaikan, ketika perbuatan pidananya sendiri belum ada?? Bukankah pilihan untuk menyelesaikan perkara pidana di luar persidangan baru lahir ketika suatu perkara telah selesai disidik dan sudah siap dilimpahkan ke persidangan?” ujar dia.

Selain itu, YLBHI menyoroti tidak ada kebaruan apa pun dalam draf RUU KUHAP yang memperluas jangkauan advokat untuk mengakses dan menelusuri bukti-bukti yang dikumpulkan penegak hukum seketika sebelum perkaranya disidangkan.

“Peran advokat dalam suatu perkara akan sangat esensial bagi siapa pun yang berurusan dengan proses hukum. Hal paling pertama dan terutama yang diharapkan pada seorang advokat adalah, bagaimana ia dapat diandalkan untuk dapat memberikan pembelaan yang optimal, sehingga terbangun keberimbangan antara kepentingan penegak hukum dengan pembelaan diri tersangka/terdakwa,” ucap dia.

Tanpa pengaturan ini, kata Isnur, tugas utama advokat untuk memberikan pembelaan yang optimal akan terhambat, menyisakan pendampingan hukum dari advokat berakhir sebagai simbolis belaka, yang selalu tertinggal beberapa langkah di belakang penegak hukum lainnya.

“Padahal, hak untuk mengakses dan menelusuri bukti-bukti yang sedang dikumpulkan penegak hukum di tahap pra-ajudikasi (pre-trial discovery rights) sangat amat esensial bagi tersangka/terdakwa dan advokatnya untuk menyusun pembelaan yang optimal,” jelas dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)