Zelensky Siap Mundur Demi Keanggotaan Ukraina di NATO

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Foto: Anadolu

Zelensky Siap Mundur Demi Keanggotaan Ukraina di NATO

Fajar Nugraha • 24 February 2025 10:21

Kyiv: Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyatakan kesediaannya untuk mundur dari jabatannya jika hal tersebut dapat memastikan Ukraina diterima sebagai anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Pernyataan ini disampaikan pada Minggu 23 Februari 2025, sehari sebelum peringatan tiga tahun invasi Rusia ke Ukraina.

Zelensky menghadapi tekanan dari pemerintahan baru Amerika Serikat dan mengungkapkan keinginannya untuk bertemu dengan Presiden AS Donald Trump sebelum Trump bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Sejak awal perang, Zelensky terus mendorong agar Ukraina dapat bergabung dengan NATO sebagai bagian dari kesepakatan untuk mengakhiri konflik. Namun, aliansi yang dipimpin AS itu belum memberikan kepastian terkait hal tersebut.

"Jika perdamaian untuk Ukraina dapat dicapai, dan jika kepergian saya dari jabatan diperlukan untuk mewujudkannya, saya siap melakukannya. Saya bisa menukarnya dengan keanggotaan NATO," ujar Zelensky dalam konferensi pers di Kyiv, seraya menambahkan bahwa ia akan segera mengundurkan diri jika memang itu syaratnya.

Melansir dari Channel News Asia, Senin 24 Februari 2025, ketegangan antara Zelensky dan Trump semakin meningkat setelah pejabat tinggi AS dan Rusia bertemu di Arab Saudi pekan lalu.

Pertemuan tersebut merupakan yang pertama dalam tiga tahun terakhir dan mengguncang kebijakan Barat yang selama ini berupaya mengisolasi Kremlin. Ukraina serta para pemimpin Eropa menyatakan kekecewaan karena mereka tidak diundang dalam perundingan tersebut.

Dalam beberapa pernyataan pedas baru-baru ini, Trump menyebut Zelensky sebagai "diktator," secara keliru menuduh Ukraina sebagai pihak yang memulai perang, dan mengklaim bahwa Zelensky tidak populer di negaranya sendiri, bertentangan dengan berbagai hasil survei independen.

Menanggapi tuduhan tersebut, Zelensky menyatakan bahwa ia tidak tersinggung dan bersedia menguji popularitasnya dalam pemilu setelah hukum darurat militer di Ukraina dicabut.

"Seseorang akan tersinggung jika benar-benar seorang diktator," kata Zelensky menanggapi pernyataan Trump.

"Saya ingin ada pemahaman yang lebih baik antara saya dan Trump," lanjutnya, sambil menekankan bahwa jaminan keamanan dari AS sangat dibutuhkan bagi Ukraina.

Zelensky juga menyerukan agar Trump bertemu dengannya terlebih dahulu sebelum mengadakan pertemuan dengan Putin. Ia menambahkan bahwa telah terjadi "kemajuan" dalam perundingan terkait akses istimewa AS terhadap sumber daya penting Ukraina.


Kremlin sebut Dialog Trump-Putin sebagai langkah "Menjanjikan"

Sementara itu, Kremlin menyambut baik potensi dialog antara Trump dan Putin. Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menyebut kedua pemimpin sebagai "presiden luar biasa" dan menilai komunikasi mereka sebagai hal yang menjanjikan.

"Penting untuk memastikan bahwa tidak ada hambatan dalam merealisasikan keinginan politik kedua kepala negara," ujar Peskov dalam wawancara dengan media pemerintah Rusia.

Meskipun Zelensky terus mendesak jaminan keamanan jangka panjang dan Trump berbicara tentang potensi kesepakatan damai, masih belum jelas apakah langkah-langkah AS akan membawa Rusia dan Ukraina lebih dekat ke gencatan senjata.

Peskov menegaskan bahwa Moskow tidak akan memberikan konsesi wilayah sebagai bagian dari penyelesaian konflik. Rusia telah berulang kali menolak gagasan keanggotaan NATO bagi Ukraina.

"Rakyat telah memutuskan untuk bergabung dengan Rusia sejak lama," ujar Peskov, merujuk pada referendum yang diadakan oleh Moskow di wilayah Ukraina timur, yang dikutuk sebagai tidak sah oleh Kyiv, negara-negara Barat, dan pengamat internasional.

"Tidak ada yang akan menjual wilayah ini. Itu adalah hal yang paling penting," tambahnya.

Di sisi lain, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan perjanjian damai bagi Ukraina yang menghormati "integritas teritorial" negara tersebut.


Putin klaim invasi Ukraina adalah misi dari "Tuhan"

Menjelang peringatan tiga tahun invasi, Putin mengklaim bahwa "takdir" dan "kehendak Tuhan" telah menempatkannya dalam misi untuk melindungi Rusia.

"Takdir telah menentukan, Tuhan telah menghendaki, jika saya boleh mengatakan demikian. Misi yang sulit sekaligus terhormat -,membela Rusia,- telah dipercayakan kepada kita semua," ujar Putin kepada tentara yang terlibat dalam perang di Ukraina.

"Saat ini, dengan penuh keberanian, mereka mempertaruhkan nyawa untuk membela tanah air, kepentingan nasional, dan masa depan Rusia," tambahnya dalam sebuah video yang dirilis oleh Kremlin.

Sementara itu, pasukan Rusia terus melancarkan serangan udara besar-besaran ke Ukraina, dengan angkatan udara Kyiv melaporkan bahwa 267 drone tempur diluncurkan oleh Rusia dalam semalam. Hampir semua drone tersebut berhasil ditembak jatuh atau dihalau, dan tidak ada laporan mengenai kerusakan besar.

Ketika pasukan Rusia terus maju di medan perang dan meningkatkan serangan udara, Moskow menikmati perselisihan diplomatik antara Trump dan Zelensky.

"Zelensky kerap melontarkan pernyataan yang tidak pantas kepada kepala negara lain. Ia melakukannya berulang kali," ujar Peskov.

"Tidak ada presiden yang akan menoleransi perlakuan semacam itu. Jadi, reaksi Trump sepenuhnya dapat dimengerti,” tutur Peskov.

Di tengah perubahan kebijakan AS yang dramatis, laporan menyebutkan bahwa diplomat AS dan Rusia akan bertemu pekan depan untuk menindaklanjuti pembicaraan di Riyadh antara Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov dan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio.

Dalam upaya merespons kebijakan Trump, Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer dijadwalkan melakukan kunjungan ke Washington pekan ini guna mendorong dukungan bagi Ukraina.

(Muhammad Reyhansyah)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Fajar Nugraha)