Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan timah, Harvey Moeis. Foto: MI/Usman Iskandar
Rahmatul Fajri • 13 February 2025 22:57
Jakarta: Guru Besar Bidang Hukum Universitas Padjajaran Romli Atmasasmita menyebut putusan banding terhadap Harvey Moeis dan Helena Lim yang lebih berat dari vonis sebelumnya sebagai miscarriage of justice atau putusan sesat. Mengingat sejumlah kejanggalan dalam pertimbangan hukum yang majelis hakim.
"Tidak terbukti suap dan tidak terbukti gratifikasi. Kerugian negara dalam putusan pengadilan bukan kerugian nyata (actual loss), namun hukuman Harvey Moeis justru diberatkan menjadi 20 tahun penjara dan uang pengganti sebesar Rp420 miliar. Ini tidak tepat," tegas Romli, melalui keterangannya, Kamis, 13 Februari 2025.
Romli menegaskan uang pengganti Rp420 miliar yang dibebankan kepada Harvey Moeis tidak dilengkapi dengan bukti yang sah. Dakwaan pemufakatan jahat antara Harvey Moeis dan terdakwa lain juga dinilai tidak terbukti selama persidangan.
“Dakwaan tindak pidana korupsi dalam kasus ini secara normatif berdasarkan UU Nomor 31 Tahun 1999 bukanlah tindak pidana korupsi. Pelanggaran terhadap UU Pertambangan tidak secara tegas diatur sebagai tindak pidana korupsi," jelas Romli.
Hukuman terhadap Harvey Moeis dinilai tidak proporsional. Hukuman penjara yang awalnya 6,5 tahun naik menjadi 20 tahun, dan uang pengganti dari Rp210 miliar melonjak menjadi Rp420 miliar.
“Ini menunjukkan Harvey Moeis dianggap sebagai aktor intelektual, padahal fakta persidangan membuktikan sebaliknya," tegas Romli.
Menurut dia, Harvey Moeis bukan penyelenggara negara maupun direksi PT Timah. Dia hanya terlibat dalam kontrak sewa smelter dan kontrak kerja dengan penduduk sekitar tambang, yang notabene bukan penambang liar melainkan warisan turun-temurun.
"Harvey Moeis dijerat pasal penyertaan (Pasal 55 KUHP), padahal ia tidak memiliki peran sebagai aktor intelektual," ujar Romli.
Baca Juga:
Jauh dari Banding, Vonis 6 Tahun Harvey Moeis Perlu Ditelusuri |