Tak Efektif, Program Bansos Cuma Tekan Sedikit Angka Kemiskinan

Ilustrasi bansos. Foto: dok MI.

Tak Efektif, Program Bansos Cuma Tekan Sedikit Angka Kemiskinan

M Ilham Ramadhan Avisena • 27 July 2025 20:00

Jakarta: Periset dari Center of Reform on Economic (CoRE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai berbagai program bantuan sosial (bansos) yang digulirkan pemerintah masih memberikan kontribusi minim terhadap penurunan angka kemiskinan.

"Efektivitasnya (bansos) masih terbatas karena banyak bantuan tidak tepat sasaran, lambat distribusinya, dan belum terintegrasi dengan pemberdayaan ekonomi," kata Yusuf kepada Media Indonesia, dikutip Minggu, 27 Juli 2025.

Itu menurut dia dapat dilihat dari jumlah penduduk miskin ekstrem, yang menurut Badan Pusat Statistik (BPS) sebanyak 2,38 juta orang, dan target penurunan kemiskinan ekstrem hingga nol persen oleh pemerintah di tahun depan.

Padahal setidaknya, ungkap Yusuf, pemerintah harus bisa mengurangi hingga sebanyak satu juta orang miskin ekstrem dalam waktu satu tahun. 

Target itu dinilai sangat ambisius dan berisiko tidak tercapai secara substansial bila hanya mengandalkan peningkatan bansos. Oleh karena itu, pemerintah dirasa perlu mendorong program-program berbasis produktivitas seperti pelatihan kerja, akses pembiayaan mikro, dan penguatan UMKM.

Kemudian memperbaiki kualitas data DTKS agar bantuan lebih tepat sasaran; menyinergikan kebijakan antarsektor; serta mengembangkan sektor padat karya seperti industri manufaktur dan pariwisata untuk menciptakan lapangan kerja formal dan inklusif.
 

Baca juga: Pengamat Sebut Penurunan Kemiskinan Indonesia Tak Bermakna, Kenapa?


(Potret kemiskinan di Indonesia. Foto: Medcom.id)
 

Penurunan angka kemiskinan tak bermakna


Sementara itu, Direktur Next Policy Yusuf Wibosono menilai penurunan angka kemiskinan di Indonesia tidak bermakna. Itu meski Badan Pusat Statistik (BPS) menilai posisi jumlah penduduk miskin yang 8,47 persen pada Maret 2025 merupakan terendah sepanjang sejarah. Sebabnya ialah perolehan angka tersebut didapat dari standar kemiskinan yang terlalu rendah. 

BPS mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2025 sebanyak 23,85 juta orang. Itu diperoleh dari garis kemiskinan Rp609 ribu per kapita per bulan. Dengan standar kemiskinan serupa, angka kemiskinan Maret 2024 adalah 9,03 persen, setara 25,2 juta jiwa, dengan garis kemiskinan Rp583 ribu per kapita per bulan.

Dalam komparasi internasional, garis kemiskinan Indonesia yang sejak 2023 telah berstatus upper-middle income country, adalah sangat konservatif. 

Garis kemiskinan yang digunakan BPS saat ini hanya setara sekitar USD3,35 Purchasing Power Parity (PPP) per kapita per hari, hanya sedikit di atas garis kemiskinan ekstrem yang umum digunakan secara internasional untuk mengevaluasi kemiskinan di negara-negara miskin, yaitu USD3,00 PPP per kapita per hari. 

"Hal ini menunjukkan betapa rendahnya standar kemiskinan yang digunakan pemerintah," papar dia.

Yusuf mengatakan, untuk evaluasi kinerja penanggulangan kemiskinan yang lebih baik, selayaknya Indonesia tidak lagi menggunakan standar kemiskinan yang terlalu rendah seperti garis kemiskinan nasional saat ini yang hanya setara USD3,35 PPP. 

Selayaknya Indonesia kini menggunakan standar kemiskinan yang lebih tinggi dan progresif. Ukuran kemiskinan yang lebih tinggi, selain lebih relevan untuk Indonesia yang kini telah naik kelas menjadi upper-middle income country, juga akan memberi implikasi penting untuk formulasi strategi pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif.

"Dengan adopsi standar kemiskinan yang terlalu rendah, maka ada begitu banyak penduduk yang sebenarnya miskin dan lemah namun 'secara statistik' dianggap sebagai penduduk tidak miskin," tegas Yusuf.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Husen Miftahudin)